Menjadi seorang guru merupakan
profesi yang sangat mulia. Mengapa? Karena melalui profesi ini seseorang
memiliki banyak kesempatan untuk mendapatkan beberapa kemuliaan, diantaranya
adalah;
Beramal dengan amal kebaikan yang pahalanya
berlipat dan mengalir terus menerus
Contoh; seorang guru yang mengajari
muridnya membaca surat al-Fatihah dengan baik dan benar. Ketika si murid
mengamalkan ilmunya; membaca surat al-Fatihah, tidak hanya si murid yang
mendapatkan pahala, tetapi juga sang guru yang telah mengajarinya. Bukankah
Nabi Muhammad shollallohu alaihi wa sallam pernah bersabda (yang
maksudnya): “barang siapa menunjukkan suatu kebaikan, maka baginya pahala
seperti pahala orang yang mengerjakannya” (riwayat Imam at_Tirmidzi).
Kemudian ketika si murid menjadi
pandai, dewasa, orang tua, atau menjadi guru, si murid tersebut mengajarkan
ilmu membaca surat al-fatihah tersebut kepada teman, murid, dan juga
anak-anaknya, maka sang guru yang pertamakali mengajarkan surat al-fatihah pun
ikut mendapatkan pahala dari bacaan surat al-fatihah tersebut. Dan hal ini
terus berlangsung sampai ilmu membaca surat al-fatihah itu tidak diamalkan
lagi. Kapan itu? Sangat mungkin hal tersebut terjadi ketika zaman sudah
benar-benar hendak berakhir; menjelang kiamat. Inilah yang disebut ilmu yang
bermanfaat yang pahalanya mengalir terus-menerus. Sabda kanjeng Nabi shollallohu
alaihi wa sallam(yang maksudnya): “Apabila
seorang manusia meninggal dunia, maka terputuslah amalnya, kecuali tiga hal:
Sedekah jariyah atau ilmu yang bermanfaat sesudahnya atau anak yang shalih yang
mendo’akannya”. (riwayat Imam Abu Dawud).
Mendapatkan pujian dari Alloh ta’ala
dan Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam
Para guru adalah golongan manusia
yang termasuk ahli ilmu karena aktifitasnya memang senantiasa berhubungan
dengan ilmu. Alloh ta’ala memuji para ahli ilmu dengan mengangkat derajat
mereka beberapa derajat. Tentu, yang dimaksud di sini adalah ahli ilmu yang
beriman kepada Alloh ta’ala dan Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam.
“Alloh ta’ala mengangkat (derajat) orang beriman diantara kalian dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat” (terjemahan QS. Al
Mujadalah: 11). Selain itu, Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam
menyatakan bahwa aktifitas keilmuan, belajar-mengajar, itu sama dengan jihad di
jalan Alloh ta’ala. Abu Hatim bin Hibban meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah
r.a., yang pernah mendengar Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa masuk
ke masjid ku ini untuk belajar kebaikan atau untuk mengajarkannya, maka ia
laksana orang yang berjihad di jalan Alloh.”
Mendapatkan nikmat ilmu
Ada dikatakan, “belajar dengan
mengajar itu lebih efektif daripada belajar tanpa mengajar”. Jika kita
mempelajari sesuatu kemudian kita amalkan dan kita ajarkan ilmu itu kepada
orang lain, insyaalloh, kita akan lebih memahami apa yang kita pelajari
tersebut. Hal itu berbeda jika kita hanya belajar saja, membaca saja, atau
mendengar saja, kemudian tidak kita ikuti dengan aktifitas mengajar. Coba deh
kalau tidak percaya. Hehehe. Karena aktifitas guru adalah mengajar, maka tentu
seorang guru mempunyai kesempatan lebih banyak untuk mendalami ilmu. Dan kita
tahu bahwa kenikmatan mendapatkan ilmu itu melebihi kenikmatan mendapatkan
harta. Kenapa? Menurut Ibnu Qoyyim rohimahulloh, kenikmatan harta itu
hanyalah kenikmatan fisik (nikmat makan, pakaian, perhiasan, rumah, dll),
sementara kenikmatan ilmu adalah nikmat ruhani. Tentu, nikmat ruhani ini
nilainya jauh lebih tinggi daripada kenikmatan fisik.
Menjadi perantara suksesnya seseorang
Salah satu kebahagiaan terbesar bagi
seorang guru adalah ketika dia, dengan seizin Alloh ta’ala, berhasil menjadi washilah
perubahan anak didiknya dari keadaan yang kurang baik menjadi lebih baik.
Seorang guru tentu sangat berbagia jika melihat anak didiknya yang semula malas
belajar menjadi rajin belajar, semula tidak bisa sholat menjadi bisa dan rajin
sholat, semula tidak bisa membaca al-Quran menjadi bisa dan rajin membaca
al-Quran, semula berakhlaq buruk menjadi berakhlaq baik. Seorang guru juga akan
sangat bahagia jika melihat anak didiknya menjadi pengusaha yang kaya-raya dan
dermawan, menjadi pemimpin yang jujur, adil dan peduli kepada rakyat, atau
menjadi tokoh masyarakat yang banyak berbuat kebaikan untuk orang lain.
Empat potensi kemuliaan di atas
sangat cukup untuk membuat guru berbahagia menjalani profesinya. Tentu masih
ada kemuliaan-kemuliaan yang lain, dan itu bisa menambah kebahagiaan bagi
seorang guru. Misalnya reputasi yang baik di masyarakat, berkah hidup, doa dari
para murid, rejeki yang dijamin oleh Alloh ta’ala, serta nama baik yang
senantiasa dikenang banyak orang. Sungguh, menjadi seorang guru itu merupakan
anugerah yang sangat besar dari Alloh ta’ala.
“Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” (QS.
Ar-Rohman: 13)
[tije/LP2A PBSB]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar