Selasa, 02 April 2013

MENDONGENG DENGAN MATA HATI



Ahad, 31 Maret 2013 di Darul Hikmah.
Hari itu terasa tidak biasa. Di aula PA. Darul Hikmah berkumpul beberapa orang yang ternyata adalah para ustadz dan ustadzah TPA di wilayah kelurahan Airlangga. Mereka sedang mengikuti pelatihan Mendongeng dengan Mata Hati yang dibimbing oleh Ki Heru Cokro, seorang Master Trainer Mendongeng, pendongeng nasional, dan juga penulis buku.

Di awal sesi Ki Heru menceritakan kisah hidupnya yang begitu mengharukan sekaligus membuat siapa saja mengacungi dua jempol kepada beliau. Alumnus UNTAG fakultas hukum ini mengisahkan bahwa tahun 90-an awal hingga pertengahan merupakan masa-masa kejayaan. Beliau aktif sebagai aktifis masjid, seniman, pendongeng, penulis, dan juga bintang sinetron islami.  Cobaan mulai menghampiri di akhir 90-an. Beliau mengalami gangguang mata yang memaksa beliau naik di meja operasi. Tidak berselang lama, ayah beliau meninggal dunia karena sakit. Awal tahun 2000 beliau berbahagia karena menikah dan memiliki seorang anak perempuan. Cobaan rupanya masih berlanjut. Ibunya menyusul sang ayah. Ditambah penyakitnya yang semkin parah. Beliau pun divonis terkena virus tokso plasma yang mengakibatkan kebutaan di mata.
Tidak lama kemudian, adik satu-satunya pun ikut menyusul kedua orang tuanya, menghadap Alloh ta’ala. Bertambah beratlah beban hidup sang pejuang dongeng ini. Puncaknya adalah ketika sang istri meminta cerai. Beliau tidak bisa berbuat apa-apa. Sang istri pun akhirnya membawa serta anak beliau satu-satunya. Jadilah beliau hidup sebatang kara.
Beliau sempat shock, drop, dan hampir saja putus asa. Alloh ta’ala menyayangi beliau. Melaui guru dan teman-teman beliau, Alloh ta’ala mengirimkan hidayahNya. Ki Heru pun bangkit. Kembali mendongeng. Kali ini lebih dahsyat. Beliau tidak lagi memikirkan kekurangan beliau yang tuna netra. Justru beliau menjadikan kekurangan sebagai nilai lebih. Beliau menjadi lebih peka terhadap rasa. Sebuah kemampuan yang sangat penting bagi seorang pendongeng. Selain mendongeng untuk anak-anak, remaja, dan orang dewasa, beliau juga melakukan road show pelatihan mendongeng bagi guru-guru TK, SD, dan TPA. Kota dan kabupaten yang pernah beliau kunjungi diantaranya adalah Surabaya, Sampang, Lamongan, Pasuruan,  Malang, Gresik, Tuban, Bondowoso dan  Jogjakarta. Beliau juga mengkoordinir sahabat-sahabat beliau yang juga tuna netra dalam komunitas AZIMAT, Kependekan dari Anti Zina Mata. Ki Heru tidak mau menyerah kepada keadaan. Beliau terus dan terus membumikan dongeng. Berjuang untuk dongeng.
Sepenggal kisah hidup beliau membuat para peserta pelatihan merinding di awal-awal. Airmata keharuan pun tumpah. Rupanya Ki Heru menyadari hal ini. Beliau pun langsung mangajak para guru TPA tersebut untuk menghibur diri lewat nyanyi bareng.
Setelah itu Ki Heru langsung meminta beberapa peserta untuk praktek mendongeng. Ada peserta yang cukup PD mendongeng. Ada juga yang kelagapan di awal. Ada yang malu-malu, namun akhirnya mau mendongeng juga. Kemudian Ki Heru memberikan komentar dan masukan langsung kepada peserta yang praktek mendongeng tersebut. Sebaiknya pendongeng memilih materi dongeng yang sesuai dengan usia anak. Untuk anak pra SD sebaiknya materinya berisi tokoh-tokoh hewan yang imaginative. Biarkan anak berimaginasi seluas mungkin. Untuk anak SD materi bisa diambil dari kisah-kisah teladan yang ringan-ringan. Seorang pendongeng juga musti menggunakan bahasa anak ketika mendongeng. Bahasa yang sederhana. Agar anak bisa memahami.
Selanjutnya para peserta diajak Ki Heru untuk berlatih konsentrasi dalam mendongeng. Peserta berpasang-pasangan saling membelakangi. Masing-masing peserta mendongeng sendiri-sendiri. Ki Heru memberikan instruksi agar peserta focus ke dongengnya sendiri dan jangan sampai terganggu oleh dongeng orang di belakangnya. Pelatihan konsentrasi pn berlanjut. Kali ini peserta saling berhadap-hadapan. Saling mendongeng. Peserta diminta agar senantiasa focus mendongeng. Pada level selanjutnya, satu peserta berakting sedang mendongeng sementara pasangannya berakting sebaga anak kecil yang sedang mendengarkan dongeng. Anak kecil ini diusahakan ‘senakal” mungkin. Pendongeng harus mampu memasuki dunia anak dan membawa anak ke dalam dunianya. Latihan ini dilakukan secara bergantian sambil dibimbing oleh Ki Heru.
Hari mulai beranjak siang. Ki Heru mengajak para peserta latihan vocal a i u e o. Caranya adalah dengan menyanyikan lagu satu satu, aku sayang ibu, dst. Namun setiap huruf vokalnya diganti a semua, I semua, u semua, e semua, dan o semua. Tak ayal para peserta pun tertawa cekakaan. Hahaha.
Setelah itu, Ki Heru mempresentasikan bagaimana cara menggunakan boneka dalam mendongeng. Baik berupa boneka besar, maupun boneka tangan. Terlebih dahulu Ki Heru meminta salah satu guru TK yang merupakan binaan beliau. Guru TK tersebut sengaja beliau ajak untuk berbagi semangat mendongeng kepada para peserta. Guru TK tersebut pernah menjuarai lomba mendongeng se Surabaya. Kemudian Ki Heru pun beraksi. Beliau membawa boneka cukup besar. Namanya Nelmo. Boneka itu dimodifikasi sedemikian rupa sehingga tangan pendongeng bisa masuk ke kepalanya dan menggerak-gerakkan boneka ketika mendongeng. Beliau juga mempraktekkan bagaimana cara menggunakan boneka tangan sebagai alat peraga dalam mendongeng. Ki Heru memberikan contoh bagaimana cara memunculkan suara yang berbeda beda untuk karakter yang berbeda. Suara 1, 2, 3, dan tentu, suara pendongeng. Beliau memberikan tips agar pendongeng hendaknya; memunculkan suara pendongeng selain suara tokoh, membuat dialog antara tokoh dengan anak-anak.
Sebelum break, Ki Heru meminta agar para peserta membuat scenario dongeng. Di dalam scenario tersebut harus ada dialog antar tokoh. Temanya bebas. Para peserta pun antusias menulis scenario dongeng. Tak terasa, makan siang sudah datang. Para peserta pun break untuk makan siang. Kemudian sholat dzuhr berjama’ah.
Setelah sholat dzuhr, Ki Heru memberikan motivasi kepada para guru TPA agar bersemangat dalam berjihad, berjuang di jalan Alloh lewat TPA. Dengan mendidik anak-anak Islam agar menjadi anak-anak yang sholih. Dan salah satu media yang sangat ampuh dalam mendidik anak adalah dongeng. Dongeng merupakan hiburan yang bisa digunakan untk menanamkan nilai-nilai positif kepada anak. Berbeda denga sulap atau badut yang 99% berisi hiburan semata. Melalui dongeng kita bisa mengenalkan aqidah kepada anak, kita bisa membuat anak bersemangat ngaji, kita bisa mensugesti anak agar rajin belajar.
Sesi kedua diawali dengan praktek. Beberapa peserta diminta membacakan skenario dongeng yang telah ditulis. Ada beberapa dongeng yang cukup menarik. Misalnya dongeng tentang dialog malaikat Jibril dan para hewan seperti kerbau, kelelawar, dan cacing. Ki Heru mengomentari dan memberikan pujian kepada para peserta.
Selanjutnya para peserta diajak latihan pernafasan. Latihan ini berfungsi agar pendongeng bisa mengingat dan meresapi alur dongeng. Selain itu latihan ini juga bermanfaat agar pendongeng bisa konsentrasi, focus, dan percaya diri ketika mendongeng. Latihan ini mirip meditasi.
Kemudian panitia membagikan penutup mata kepada para peserta. Kali ini para peserta berlatih acting dengan mata tertutup. Tujuannya agar para peserta bisa lepas dalam berakting. Karena mereka semua matanya tertutup. Tidak ada lagi rasa “malu” untuk berakting. Ki Heru mengomandani peserta untk berakting seperti bayi yang baru lahir, anak minta nyusu, anak nangis, anak tertawa, anak bermain, belajar sepeda, anak naik motor, guru, tentara, pemimpin, anak nakal, goyang dombret, pak tani, anak yang merawat ibu, sampai berakting sebagai anak yang kehilangan ibu. Tak ayal, tawa dan tangis pun silih berganti. Ki Heru mencoba mengaduk-aduk perasaan para peserta. Bisa dikatakan, latihan inilah yang paling banyak menguras energy para peserta. Pikira dan perasaan mereka diaduk-aduk. Ada canda, tawa, gembira, sedih, dan tangis.
Ki Heru mengakhiri pelatihan dengan mendongeng sebuah kisah anak nakal yang taubat. Anak itu bernama Toni. Dia sangat nakal. Tidak mau membantu Ibu. Malah sering mem”babu”kan sang Ibu hingga sang ibu pun wafat ketika tepeleset di pasar. Si Toni malah senang karena mewarisi harta peningalan ibunya. Dia merasa bebas. Hingga suatu ketika, Toni menemukan sebuah album yang berisi gambar kebersamaan dia dan Ibu ketika masih belia dulu. Ia juga membaca pesan Ibu, “nak, jadilah anak yang sholeh”. Toni pun tersadar. Dia menyesali segala perlakuan buruknya kepada sang ibu. Sejak saat itu si Toni berjanji untuk menjadi anak yang baik dan akan selalu mendoakan ibunya yang telah meninggal dunia. Terasa sekali bagaimana Ki Heru begitu menghayati setiap detail cerita. Ekspresinya, intonasi suaranya, getaran persaannya, menyayat perasaan siapapun yang mendengar dan melihat beliau mendongeng. Para peserta pun larut dalam tangis keharuan.
Ki Heru tidak membiarkan para peserta terlalu larut dalam tangisan. Beliau mengajak nyanyi bersama, Jangan Menyerah. Sambil nyanyi bareng, Ki Heru berpesan agar para peserta senantiasa sabar dan tidak kenal menyerah dalam mendidik anak-anak muslim melalui TPA (Taman pendidikan al-Quran).
“Tuhan pastikan menunjukkan, kuasa dan kebesaranNya, bagi hambaNya yang sabar, dan tak kenal putus asa… jangan menyerah…”


Begitulah gambaran Pelatihan Mendongeng dengan Mata Hati yang diselenggarakan oleh Pesantren Mahasiswa Baitul Hikmah bekerjasama dengan TPA-TPA di kelurahan Airlangga. Semoga bermanmafaat dan berbarokah. Amin.
[tije/lp2a pbsb kemenag ri/alumnipbsbunair/pesmabaitulhikmah/pa.darulhikmah)

1 komentar: