Selasa, 26 Februari 2013

Jagongan Ahli Bid'ah: Tahlilan (3)


Setelah beberapa hari tidak ketemu karena kesibukan masing-masing, Mas Ikhwan (I) dan Kang Selamet (S) sepakat untuk jagongan lagi. Kali ini jagongannya tidak di pagi hari, tapi di malan hari, selepas jama’ah sholat Isya`. Bertemankan secangkir kopi hitam putih yang HOT, obrolan pun mengalir…
I           : gimana kabar kamu Met?
S          : Alhamdulillah. Sae… Mas Ikhwan sendiri gimana kabar?
I           : Alhamdulillah. Baik. Oiya Met… kita lanjutkan diskusi kita ya?
S          : oke Mas.. diskusi tentang apa mas?
I           : apalagi? Tentang tahlilan.
S          : ooo… belum selesai ta Mas?
I           : Met. Tahlilan itu kan bisasanya diadakan selama tujuh hari, kemudian hari ke empat puluh, hari ke seratus, hari ke seribu, lalu setiap tahun. Benar kan?
S          : enjeh Mas. Biasane memang seperti itu..
I           : itukan tradisi Hindu!?
S          : lho? Iya ta Mas?
I           : Iya. Kamu gak tahu ya? Dalam Kitab Manawa Dharma Sastra Weda Smerti hal. 99, 192, 193 disebutkan bahwa, termasyhurlah selamatan yang diadakan pada hari pertama, ketujuh, empat puluh, seratus dan seribu. Itu kitabnya orang Hindu. Jadi tradisi tahlilan selama tujuh hari, hari ke-40, hari ke-100, dan seterusnya adalah budaya Hindu. Kita jelas tidak boleh ikut-ikutan.
S          : oooalah.. itu ta?
I           : emang kenapa Met?
S          : Tradisi Hindu dan Tradisi Tahlilan jelas sangat berbeda.
I           : maksudmu?
S          : Tradisi Hindu yang berhubungan dengan kematian itu biasane diisi dengan ritual selamatan dengan menghidangkan makanan disertai dengan sabung ayam, minuman keras, judi, dan hal-hal lain yang keharamannya sudah jelas dalam Islam. Lha kalo Tahlilan yang biasa saya lakukan itu kan isinya baca surat dan ayat-ayat pilihan, istighfar, sholawat, tahlil, dan dzikr-dzikr lainnya. Jelas sangat berbeda.
I           : mana dalilnya?
S          : ooalah.. Mas Ikhwan minta dalil.
I           : iya. Kan harus ada dalil.
S          : yaweslah kalau itu maunya Mas Ikhwan. Begini mas, Imam Sufyan meriwayatkan, bahwa  Imam Thowus berkata, Sesungguhnya orang yang meninggal akan diuji di  dalam  kubur  selama  tujuh  hari,  oleh  karena  itu  mereka  (kaum  salaf) menganjurkan  bersedekah  makanan  untuk  keluarga  yang  meninggal  selama tujuh hari  tersebut.
I           : ada di kitab mana keterangan itu?
S          : keterangan itu ditulis oleh Imam Ahmad dalam al-Zuhd al-Hafizh,  Abu Nu'aim dalam Hilyah al-Auliya’ juz 4, hal 11 dan al-Hafizh Ibn Hajar dalam al-Mathalib al-'Aliyah, juz5, hal 330
I           : benar ta?
S          : silahkan Mas Ikhwan cek sendiri.
I           : oke.
S          : Mas Ikhwan, seandainya Tradisi Tahlilan itu dianggap mengadopsi tradisi Hindu. Kan gak papa tu? Bagus malahan.
I           : kamu ini ngomong ngawur aja.
S          : ngawur karena benar kan gak papa. hehehe. Di dalam Tradisi Hindunya kan diisi dengan minuman keras, judi, sabung ayam, dan kema’shiatan yang lain. Kemudian setelah diadopsi, isinya berubah menjadi baca al-Quran, istighfar, sholawat, tahlil, dan shodaqoh makanan. Kan bagus itu?
I           : baca al-Quran dan lain-lain itu memang bagus. Sangat dianjurkan dalam Islam. Tapi yang aku gak setuju, kenapa ada pengkhususan hari-harinya. Hari ke tujuh, empat puluh, seratus, dan seterusnya yang menyerupai budaya Hindu?
S          : Mas, baca al-Quran itu kan baik?
I           : iya. Terus kenapa?
S          : boleh gak jika aku mengkhususkan diriku untuk membaca al-Quran satu juz setiap jam 10 pagi?
I           : gak tahu sih.. jangan melebar ke mana-mana. Fokus aja ke pembahasan kita.
S          : maksudnya?
I           : mana dalilnya kalau mengkhususkan amal itu diperbolehkan?
S          : oooalah. Dalil ta? Gini aja ya.. ni aku bawa kitabnya Imam Nawawi, al-Majmu’. Aku baca terjemahannya aja ya.. berjabat tangan itu disunnahkan dalam setiap perjumpaan. Sedangkan tradisi berjabat tangan yang dibiasakan masyarakat seusai sholat subuh dan ‘ashr tidak ada dalil syariatnya secara khusus, akan tetapi tidak apa-apa dilakukan, karena hukum asalnya adalah sunnah.
I           : maksudnya?
S          : ya.. boleh-boleh aja kita mengkhususkan sebuah amal baik yang hukum asalnya adalah sunnah. Kita tidak mendapatkan pahala karena pengkhususan itu, karena memang tidak ada dalil syariatnya. Tapi kita tetap mendapatkan pahala karena melakukan amal-amal sunnah. Ya seperti baca al-Quran, istighfar, sholawat, tahlil, dan shodaqoh makanan itu kan hukumnya sunnah.
I           : bisa aja kamu.
S          : Mas Ikhwan juga bisa aja. Hehehe
I           : Ini saya juga bawa kitab. I’anatuth-tholibin. Karya syeikh al-Bakri. Ahli fiqh madzhab Syafi’I ini.
S          : iya. Betul mas. Ada apa di kitab itu?
I           : dan dimakruhkan bagi keluarga duka duduk di rumah agar dita’ziahi dan membuat jamuan dengan maksud mengumpulkan orang untuk memakannya, berdasarkan hadits riwayat Ahmad dari Jarir bin Abdulloh al-Bajali.
Ada lagi ni, Imam Nawaw dalam Al Majmu’ menukil perkataan penulis Asy Syaamil dan ulama lainnya. Adapun yang dilakukan keluarga mayit dengan membuatkan makanan dan mengumpulkan orang-orang di kediaman mayit, maka tidak ada tuntunan dalam hal ini. Hal ini termasuk bid’ah yang tidak dianjurkan
Lho? Ini adalah pendapat ahli Fiqh Syafi’iyyah, kamu kan bermadzhab Syafi’iy?
S          : iya Mas. Beberapa waktu yang lalu kan pernah saya sampaikan bahwa Imam Syafi’I menyampaikan bahwa para ulama sepakat bila telah jelas baginya sunnah Rosululloh, maka tidak diperkenankan untuk meninggalkannya, dikarenakan pendapat seseorang.
Al-Imam Ahmad bin Hanbal pun berkata bahwa seorang  faqih  tidak  sebaiknya memaksa  orang  lain mengikuti madzhabnya.
I           : okedah. Terus mana dalilmu?
S          : yang pertama, tadi kan sudah saya sampaikan tentang perkataan Imam Thowus.
I           : ada dalil yang lain gak?
S          : ada  riwayat  dari Sayyidina Umar bin al-Khoththob, bahwa  ketika  akan  wafat  beliau berwasiat  agar  orang-orang  yang  berta’ziyah disuguhi makanan.  Al-Hafizh  Ibn Hajar  berkata  dalam  kitabnya  al-Mathalib  al’-Aliyah: Al-Ahnaf bin Qais berkata, Aku pernah mendengar Umar RA berkata: Apabila seseorang  dari  suku  Quraisy  memasuki  satu  pintu,  pasti  orang  lain  akan mengikutinya. Aku tidak mengerti maksud perkataan ini, sampai akhirnya Umar  RA  ditikam,  lalu  beliau  berwasiat  agar  Shuhaib  yang  menjadi  Imam  Shalat selama  tiga  hari  dan  agar  menyuguhkan  makanan  pada  orang-orang  yang ta’ziyah.  Setelah  orang-orang  pulang  dari  mengantarkan  jenazah  Umar  RA, ternyata  hidangan  makanan  telah  disiapkan,  tetapi  mereka  tidak  jadi  makan, karena  duka  cita  yang  tengah  menyelimuti  mereka. Keterangan ini ditulis oleh imam Ahmad  bin  Mani’  dalam al-Musnad dan al-Hafizh  Ibn Hajar dalam al-Mathalib al-‘Aliyah,  juz 5 hal. 328
I           : oke. Itu kan keterangannya sampai 3 hari saja. Kalau lebih kan tidak boleh!? Sebagaimana disebutkan dalam Matan Abi Syuja’ atau Matan Al Ghoyah wat Taqrib, bahwa keluarga mayit dita’ziyahi selama tiga hari setelah pemakaman si mayit.
S          : Balik maneng, tadi kan saya sudah menyampaikan sebuah riwayat. Imam Thowus berkata bahwa sesungguhnya orang yang meninggal akan diuji di  dalam  kubur  selama  tujuh  hari,  oleh  karena  itu  mereka  para ulama salaf menganjurkan  bersedekah  makanan  untuk  keluarga  yang  meninggal  selama tujuh hari tersebut.
I           : iya. Jadi dalam hal ini memang terjadi perbedaan pendapat antar Ulama ya?
S          : betul Mas.
I           : okelah. Perbedaan pendapat memang hasrus disikapi dengan bijak.
S          : setuju Mas Ikhwan.
I           : tapi ini bukan berarti aku mau tahlilan lho? Tahlilan kan gak wajib?
S          : benar. Tahlilan gak wajib. Dan tahlilan juga gak harom. Mau tahlilan silahkan. Gak mau tahlilan ya gak masalah.
I           : sip dah… sudah malem. Aku pulang dulu ya? Kasihan istriku menunggu di rumah.
S          : oh.. iya Mas. Waktunya smack down ya? Hehehe
I           : kamu ini bisa aja. Hahaha                                                 
I           : Bu.. berapa semuanya?
D         : sudah dibayari Kang Selamet mas…
I           : kapan Bu?
S          : sebelumnya tadi Kang Selamet sudah ngasih uang. Dan bilang kalau dia yang bayar.
I           : oooalah.. yaudah kalo gitu.
I           : terimakasih Met. Jazakumulloh…
S          : podo-podo Mas.
I           : kapan-kapan jagongan maneh ya?
S          : siap Mas!
I           : assalamualikum
S          : wa’alaikumsalam






Tidak ada komentar:

Posting Komentar