Saudaraku yang dimuliakan oleh Alloh ta’ala. Mencintai Nabi
Muhammad shollallohu alaihi wa sallam
merupakan suatu keharusan bagi kita umat Islam. Melalui beliaulah kita mengenal
Alloh ta’ala. Melalui beliaulah kita bisa merasakan manisnya iman dan kita bisa
menikmati indahnya ajaran Islam. Melalui beliaulah kita bisa mengetahui bahwa
ada kehidupan akhirat. Melalui beliaulah kita bisa mengetahui jalan-jalan yang
bisa mengantarkan kita menuju surga; tempat yang penuh nikmat. Melalui
beliaulah kita bisa mengetahui jalan-jalan yang bisa menjerumuskan kita jatuh
ke neraka; tempat yang penuh siksa. Oleh karena itu, selayaknya dan
sepantasnyalah kita mencitai nabi Muhammad shollallohu
alaihi wa sallam.
Firman Alloh ta’ala (yang maksudnya):
“Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari
diri mereka sendiri” [QS. Al-Ahdzab:6]
Nabi Muhammad shollallohu
alaihi wa sallam bersabda (yang maksudnya):
“Demi Allah, salah seorang dari kalian tidak akan dianggap beriman
hingga diriku lebih dia cintai dari pada orang tua, anaknya dan seluruh
manusia.” (HR. Al-Bukhari)
Potret kecintaan para sahabat kepada
Nabi Muhammad shollallohu alaihi wa
sallam
Sejenak marilah kita tengok bagaimana para sahabat, generasi terbaik
umat ini, mengekspresikan rasa cinta beliau kepada Nabi Muhammad shollallohu alaihiwa sallam.
Ketika Sahabat Zaid bin ad-Datsinah rodliallohu 'anhu tertawan oleh kaum musyrikin dan hendak
dieksekusi, terjadi perbincangan antara beliau dan Abu Sufyan bin Harb -sebelum
ia masuk Islam-.
Abu Sufyan berkata, "Ya Zaid, maukah posisi kamu sekarang
digantikan oleh Muhammad dan kami penggal lehernya, kemudian engkau kami
bebaskan kembali ke keluargamu?"
Serta merta Zaid menimpali, "Demi Allah, aku sama sekali
tidak rela jika Muhammad sekarang berada di rumahnya tertusuk sebuah duri,
dalam keadaan aku berada di rumahku bersama keluargaku!!!" Maka Abu Sufyan
pun berkata, "Tidak pernah aku mendapatkan seseorang mencintai orang lain
seperti cintanya para sahabat Muhammad kepada Muhammad!" (Al-Bidayah wa
an-Nihayah, karya Ibnu Katsir [V/505], dan kisah ini diriwayatkan pula oleh
al-Baihaqy dalam Dalail an-Nubuwwah [III/326]).
Kisah lain diceritakan oleh sahabat Anas bin Malik rodliallohu 'anhu, "Di
tengah-tengah berkecamuknya peperangan Uhud, tersebar desas-desus di antara
penduduk Madinah bahwa Nabi SAW terbunuh, hingga terdengarlah isakan tangisan
di penjuru kota Madinah. Maka keluarlah seorang wanita dari kalangan kaum
Anshar dari rumahnya, di tengah-tengah jalan dia diberitahu bahwa bapaknya,
anaknya, suaminya dan saudara kandungnya telah tewas terbunuh di medan perang.
Ketika dia memasuki sisa-sisa kancah peperangan, dia melewati
beberapa jasad yang bergelimpangan, "Siapakah ini?", tanya perempuan
itu. "Bapakmu, saudaramu, suamimu dan anakmu!", jawab orang-orang
yang ada di situ. Perempuan itu segera menyahut, "Apa yang terjadi dengan Rosulullah
SAW?!" Mereka menjawab, "Itu ada di depanmu." Maka perempuan itu
bergegas menuju Rosulullah SAW dan menarik bajunya seraya berkata, "Demi
Allah wahai Rosulullah, aku tidak akan mempedulikan (apapun yang menimpa
diriku) selama engkau selamat!" (HR. Ath Thabarani dan Abu Nu'aim)
Bilal yang selalu adzan semasa hidup Rosulullah, tidak mau
beradzan lagi setelah wafatnya Rosulullah karena Bilal tidak sanggup
mengucapkan “Asyhadu anna Muhammad Rosululah”
karena ada kata-kata Muhammad di situ. Tapi karena desakan Sayyidah Fatimah
yang saat itu rindu mendengar suara adzan Bilal, dan mengingatkan beliau akan
ayahnya. Bilal akhirnya dengan berat hati mau beradzan. Saat itu waktu Subuh,
dan ketika Bilal sampai pada kalimat “Asyhadu
anna Muhammad Rosulullah”, Bilal tidak sanggup meneruskannya, dia berhenti
dan menangis terisak-isak. Dia turun dari mimbar dan minta izin pada Sayyidah
Fatimah untuk tidak lagi membaca adzan karena tidak sanggup menyelesaikannya
hingga akhir. Ketika Bilal berhenti saat adzan itu, seluruh Madinah berguncang
karena tangisan kerinduan akan Rosulullah shollallohu
alaihi wa sallam.
Ketika Bilal RA datang dari negeri Syam ke kota Madinah setelah
Nabi shollallohu alaihi wa sallam
wafat, orang-orang memintanya untuk mengumandangkan adzan bagi mereka
sebagaimana yang dilakukannya ketika Rosulullah shollallohu alaihi wa sallam masih hidup. Penduduk kota Madinah,
laki-laki maupun perempuan, anak kecil maupun dewasa, berkumpul untuk
mendengarkan adzannya.
Ketika Bilal mengucapkan “Allahu
Akbar, Allahu Akbar”, semuanya berteriak dan menangis. Sewaktu ia
mengucapkan “Asyhadu anlailahaillallah”,
mereka mulai gaduh. Saat ia melafadzkan “Asyhadu
anna Muhammadar Rosulullah”, tidak ada seorang pun di Madinah yang tak
menangis dan tak berteriak. Para gadis keluar dari kamar-kamar mereka dengan
menangis. Hari itu menjadi seperti hari wafatnya Rosulullah shollallohu alaihi wa sallam. Semuanya
karena mereka teringat kepada Nabi shollallohu
alaihi wa sallam.
Ketika nama Rosulullah shollallohu
alaihi wa sallam di sebut, sahabat Abdullah bin Umar selalu meneteskan air
mata. Dan tidaklah ia melewati rumah Rosulullah shollallohu alaihi wa sallam melainkan ia pejamkan kedua matanya.
Sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Baihaqi dalam kitab az-Zuhud dengan sanad
shahih, saking cintanya kepada Rosulullah SAW, ia selalu mengikuti atsar-atsar (kebiasaan)
Rosulullah shollallohu alaihi wa sallam.
Di setiap masjid, di mana Nabi pernah melakukan shalat di situ, ia
pun shalat di situ. Saat berhaji, ketika wuquf di Arafah, ia selalu wuquf di
tempat Rosulullah wuquf. Bahkan ia juga selalu memeriksa untanya di setiap
jalan yang dilihatnya Rosulullah shollallohu
alaihi wa sallam pernah memeriksa untanya di situ.
Begitu pula Ikrimah bin Abu Jahl RA, yang selalu setuju dengan Rosulullah
shollallohu alaihi wa sallam dan
senantiasa teguh hatinya. la gugur pada Perang Yarmuk. Sebelum mengembuskan
napas terakhirnya, ia meletakkan kepalanya di atas paha Khalid bin Al-Walid,
seraya berkata dengan air mata yang mengalir dari kedua matanya, "Wahai
paman, apakah kematian ini membuat Rosulullah ridha kepadaku?" Pada saat
kritis seperti itu pun ia teringat Rosulullah shollallohu alaihi wa sallam, dan keinginannya hanyalah agar Rosulullah
shollallohu alaihi wa sallam ridha
kepadanya.
Begitulah ungkapan cinta para sahabat kepada Nabi Muhammad shollallohu alaihi wa sallam. Bagaimana
dengan kita?
Cara kita mencintai Nabi Muhammad shollallohu alaihi wa sallam
Cinta yang sejati adalah cinta yang bukan hanya di bibir saja,
bukan cinta yang hanya diucapkan saja, tetapi cinta yang dibuktikan dengan
perbuatan. Lalu, bagaimana cara mengekspresikan rasa cita kita kepada beliau
Nabi Muhammad shollallohu alaihi wa
sallam? Berikut ini adalah beberapa cara untuk menyatakan rasa cinta kita
kepada Nabi Muhammad shollallohu alaihi
wa sallam.
Sesekali coba tanya ke anak usia SMP di sekitar Anda. Anak itu
bisa jadi anak Anda sendiri. Atau, mari kita tanya saja pada diri kita sendiri.
Siapakah nabi Muhammad itu? Siapa ayah-ibunya? Siapa kakek-neneknyanya? Siapa
istri dan anak-anaknya? Bagaimana kehidupannya ketika masih kecil? Bagaimana perilakunya
ketika usia remaja? Bagaimana perannya dalam masyarakat ketika sudah dewasa? Bagaimana
sikap beliau kepada istri dan anak-anaknya? Bagaimana beliau memperlakukan
anak-anak? Bagaimana beliau memperlakukan anak yatim dan fakir miskin? Bagaimana
sikap beliau kepada para sahabatnya? Bahkan, bagaimana sikap beliau kepada
musuh-musuhnya? Bagaimana perjuangannya ketika sudah diangkat menjadi utusan
Alloh ta’ala?
Tak kenal maka tak sayang. Bagaimana kita bisa mencintai Nabi
Muhammad shollallohu alaihi wa sallam jika
kita kurang mengenal sejarah kehidupan beliau yang mulia? Bahkan kita tidak
akan bisa memahami ajaran agama Islam dengan benar jika kita tidak mengetahui
perikehidupan manusia mulia yang membawa risalah agama ini. Mari kita membaca
dan mempelajari siroh (perjalanan hidup) Nabi Muhammad shollallohu alaihi wa salami, niscaya bertambah-tambahlah rasa
cinta kita kepada beliau. Dan jangan lupa, mari kita ajak suami/istri dan
anak-anak kita untuk membaca dan menghayati sejarah kehidupan beliau yang penuh
dengan kearifan dan kebijaksanaan.
Kedua, Memperbanyak Baca Sholawat
Salah satu tanda orang yang sedang jatuh cinta adalah ia sering
menyebut dan mengingat nama orang yang dicintai. Maka jika kita benar-benar
mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam maka perbanyaklah membaca sholawat. Makna shalawat kepada Nabi shollallohu alaihi wa sallam adalah meminta
kepada Allah Ta’ala untuk memuji dan mengagungkan beliau Nabi shollallohu alaihi wa sallam di dunia
dan akhirat, di dunia dengan memuliakan peneyebutan (nama) beliau Nabi shollallohu alaihi wa sallam,
memenangkan agama dan mengokohkan syariat Islam yang beliau bawa. Dan di
akhirat dengan melipatgandakan pahala kebaikan beliau Nabi shollallohu alaihi wa sallam, memudahkan syafa’at beliau kepada
umatnya dan menampakkan keutamaan beliau pada hari kiamat di hadapan seluruh
makhluk [Lihat kitab “Fathul Baari” (11/156)].
Firman Alloh ta’ala (yang maksudnya);
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bersholawat untuk
nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersholawatlah kamu untuk nabi dan
ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (Q.S. Al-Ahzab: 56).
Dari Anas bin Malik rodhiallohu
‘anhu, beliau berkata bahwa Rosulullah shollallohu alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang
mengucapkan shalawat kepadaku satu kali maka Alloh akan bershalawat baginya
sepuluh kali, dan digugurkan sepuluh kesalahan (dosa)nya, serta ditinggikan
baginya sepuluh derajat/tingkatan (di surga kelak)”[SHAHIH. Hadits Riwayat
An-Nasa’i (no. 1297), Ahmad (3/102 dan 261), Ibnu Hibban (no. 904) dan al-Hakim
(no. 2018)]
Dari Husain bin ‘Ali bin Abi Thalib, ia berkata, “Bahwasanya Nabi shollallohu alaihi wa sallam telah
bersabda, “Orang yang bakhil (kikir/pelit) itu ialah orang yang apabila namaku
disebut disisinya, kemudian ia tidak bershalawat kepadaku”. [SHAHIH.
Dikeluarkan oleh AT Tirmidzi 5/211, Ahmad 1/201 no 1736, An Nasa-i no 55,56 dan
57, Ibnu Hibban 2388, Al Hakim 1/549, dan Ath Thabraniy 3/137 no 2885]
Dari Abu Hurairah, ia berkata, telah bersabda Rosulullah shollallohu alaihi wa sallam:" Hina
dan rugi serta kecewalah seorang yang disebut namaku disisinya, lalu ia tidak
bershalawat kepadaku". [Dikeluarkan oleh Imam At Tirmidzi 5/210, dan Al
Hakim 1/549. Dan At Tirmidzi telah menyatakan bahwa hadits ini Hasan].
Jika kita mencintai Nabi shollallohu
alaihi wa sallam, tentu kita merasa senang untuk senantiasa menyebut nama
beliau, tentu hati kita merasa tentram dengan senantiasa memuji beliau dengan
pujian yang terbaik. Mari kitamemperbanyak membaca sholawat, baik dengan suara
lantang maupun dengan suara lembut. Baik dengan lisan maupun dengan hati. Mari
penuhi hari-hari kita dengan sholawat. Allohumma
sholli ‘ala sayyidina Muhammad, wa ‘ala ali sayyidina Muhammad.
Ketiga, Mengikuti Ajaran Nabi Muhammad
Orang-orang yang mengakui bahwa dirinya mencintai Nabi Muhammad shollallohu alaihi wa sallam, tentu mereka,
dengan ringan dan penuh kegembiraan, senantiasa berusaha semaksimal mungkin
untuk melakukan hal-hal yang membuat beliau ridlo dan senang. Dan cara membuat
beliau ridlo dan senang adalah dengan mengikuti ajaran beliau, mentaati
perintah beliau, dan menjauhi larangan beliau. Ibnu Rajab, dalam Fathul Bari
Syarh Shahih al Bukhari, menyebutkan bahwa kecintaan bisa sempurna dengan
ketaatan, sebagai firman Allah Ta'ala:
"Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, maka
ikutilah aku…. " (QS. Ali Imran: 31)
Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan agar mengambil setiap yang
beliau shollallohu alaihi wa sallam berikan
dari urusan agama dan meningalkan apa yang beliau larang.
"Apa yang diberikan Rosul kepadamu maka terimalah dia. Dan
apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah." (QS. Al-Hasyr: 7)
Hal tersebut karena beliau shollallohu
alaihi wa sallam berbicara dengan bimbingan wahyu dan bukan karena menuruti
hawan nafsu, "Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu
tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)," QS. Al-Najm: 3-4)
Sehingga seorang pecinta Nabi shollallohu
alaihi wa sallam akan membenarkan setiap yang beliau beritakan, mentaati
apa yang beliau perintahkan, meninggalkan apa yang beliau larang, dan tidak
beribadah kepada Allah kecuali dengan apa yang disyariatkannya.
Al Qadli 'Iyadh rahimahullah, berkata: "Di antara bentuk
cinta kepada Nabi shollallohu alaihi wa
sallam adalah dengan menolong sunnahnya, membela syariahnya, berangan-angan
hidup bersamanya, . . . "
Langkah awal untuk mengikuti ajaran beliau adalah dengan
mempelajari ajaran agama Islam. Bagaimana kita bisa mengikuti ajaran Nabi jika
kita tidak tahu apa dan bagaimana ajaran Nabi itu? Ayo semangat belajar..!!
Keempat, Menjadikan Nabi Muhammad sebagai Teladan
Jika kita
benar-benar cinta kepada Nabi shollallohu
alaihi wa sallam, ya mari kita jadikah beliau sebagai tokoh idola, tokoh
panutan dan teladan. Jadi idola kita bukanlah artis-artis Ibu Kota itu, bukan
artis luar negeri itu, bukan mereka, idola kita adalah Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wa sallam.
Allah Ta'ala berfirman (yang maksudnya);
"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rosulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Alloh dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Alloh." (QS. al-Ahzab:
21)
Contoh akhlaq Nabi kepada anak kecil.
Suatu hari,
Rosulullah shollallohu alaihi wa sallam
didatangi seorang perempuan yang bernama Sa’idah binti Jazi. Ia membawa anaknya
yang baru berumur satu setengah tahun. Rosul kemudian memangku anak tersebut.
Tiba-tiba, si anak kencing (mengompol) di pangkuan Rosulullah shollallohu alaihi wa sallam. Spontan,
sang ibu menarik anaknya dengan kasar. Seketika itu juga, Rosulullah shollallohu alaihi wa sallam
menasihatinya. “Dengan satu gayung air, bajuku
yang terkena najis karena kencing anakmu bisa dibersihkan. Akan tetapi, luka
hati anakmu karena renggutan mu dari pangkuanku tidak bisa di obati dengan
bergayung-gayung air,” ujar Rosul.
Rosulullah shollallohu alaihi wa sallam bersabda, “Hendaknya kamu bersikap lemah lembut, kasih
sayang, dan hindarilah sikap keras dan keji.” (HR Bukhari).
Suatu hari
beliau sedang sujud –tatkala beliau mengimami para sahabat- maka datanglah
Al-Hasan bin Ali bin Abi Thoolib, lalu –sebagaiman sikap anak-anak-,
Al-Hasanpun menaiki pundak Nabi yang dalam kondisi sujud. Nabipun melamakan/memanjangkan
sujudnya. Hal ini menjadikan para sahabat heran mereka berkata : "Wahai
Rasulullah, engkau telah memperpanjang sujudmu, kami mengira telah terjadi
sesuatu atau telah diturunkan wahyu kepadamu". Maka Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam berkata kepada mereka, "Bukan…, akan tetapi cucuku ini
menjadikan aku seperti tunggangannya, maka aku tidak suka menyegerakan dia
hingga ia menunaikan kemauannya" (*HR Ahmad no 16033 dan An-Nasaai no
1141)
Abu Hurairah
–semoga Allah meridhoinya- berkata : "Nabi shollallohu alaihi wa sallam mencium Al-Hasan bin 'Ali, dan di sisi
Nabi ada Al-Aqro' bin Haabis At-Tamimiy yang sedang duduk. Maka Al-Aqro'
berkata, "Aku punya 10 orang anak, tidak seorangpun dari mereka yang
pernah kucium". Maka Rosulullah shollallohu
alaihi wa sallam pun melihat kepada Al-'Aqro' lalu beliau berkata,
"Barangsiapa yang tidak merahmati/menyayangi maka ia tidak akan
dirahmati" (HR Al-Bukhari no 5997 dan Muslim no 2318)
Lihatlah, Rosululloh shollallohu
alaihi wa sallam sangat menyayangi anak kecil, bersikap lemah lembut dan
tidak keras kepada anak kecil, dan beliau senang mencium anak kecil. Bagaimana
dengan kita?
Contoh akhlaq Nabi kepada Istri
Berkata Ibnu
Abbas rodliyallohu ‘anhu. Aku
menginap di rumah bibiku Maimunah (istri Nabi shollallohu alaihi wa sallam), maka Rosulullah shollallohu alaihi wa sallam berbincang-bincang dengan istrinya
(Maimunah) beberapa lama kemudian beliau tidur”. ( HR Al-Bukhari IV/1665 no
4293, VI/2712 no 7014 dan Muslim I/530 no 763)
Urwah berkata
kepada Aisyah, “Wahai Ummul Mukminin, apakah yang dikerjakan oleh Rasulullah shollallohu alaihi wa sallam jika ia
bersamamu (di rumahmu)?”, Aisyah berkata, “Ia melakukan (seperti) apa yang
dilakukan oleh salah seorang dari kalian jika sedang membantu istrinya, ia
memperbaiki sendalnya, menjahit bajunya, dan mengangkat air di ember”. (HR Ibnu
Hibban (Al-Ihsan XII/490 no 5676, XIV/351 no 6440),)
Dari sayyidah
Aisyah, beliau berkata: “Biasanya pada hari raya, orang-orang Habasyah bermain
perisai dan tombak (berlatih perang-perangan). Aku yang meminta kepada Nabi (agar
diperkenankan menonton permainan tersebut) dan beliau sendiri menawarkan dengan
berkata, ‘Apakah engkau ingin melihat permainan mereka?’ ‘Iya’, jawabku. Beliau
pun memberdirikan aku di belakangnya, pipiku menempel pada pipi beliau. Beliau
berkata: ‘Teruskan wahai Bani Arfidah.’ Hingga ketika aku telah jenuh, beliau
bertanya, ‘Cukupkah?’ ‘Iya’, jawabku. ‘Kalau begitu pergilah’, kata beliau.”
(HR. Al-Bukhari no. 950 dan Muslim no. 2062)
Dari Aisyah
bahwasanya ia pernah bersama Rasulullah shollallohu
alaihi wa sallam bersafar, dan tatkala itu ia masih gadis remaja (Aisyah
berkata, “Aku tidak gemuk), maka Nabi shollallohu
alaihi wa sallam berkata kepada para sahabatnya, “Pergilah ke depan”, lalu
merekapun maju ke depan. Kemudian beliau berkata, “Kemarilah (Aisyah) kita
berlomba (lari)”, maka akupun berlomba dengannya dan aku mengalahkannya.
Tatkala di kemudian hari aku bersafar bersama beliau lalu beliau berkata kepada
para sahabatnya, “Pergilah maju ke depan”, kemudian ia berkata, “Kemarilah
(Aisyah) kita berlomba (lari)”, dan aku telah lupa perlombaan yang dulu dan
tatkala itu aku sudah gemuk. Maka akupun berkata, “Bagaimana aku bisa
mengalahkanmu wahai Rasulullah shollallohu
alaihi wa sallam m sedangkan kondisiku sekarang seperti ini?”. Rasulullah shollallohu alaihi wa sallam berkata,
“Engkau akan berlomba denganku”, maka akupun berlomba dengannya lalu Rasulullah
shollallohu alaihi wa sallam mendahuluiku,
kemudian beliaupun tertawa dan berkata, “Ini untuk kekalahanku yang dulu”
(Al-Humaidi di Musnadnya, Abu Dawud, An-Nasai, At-Thobroni)
Lihatlah,
Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam
sangat perhatian kepada istri beliau, dengan rendah hati bersedia membantu
istri beliau mengerjakan pekerjaan rumah, bersikap mesra kepada istri, dan tidak
merasa segan untuk mencandai istri beliau. Bagaimana dengan kita?
Ini hanyalah
sedikit contoh kemuliaan akhlaq Nabi Muhammad shollallohu alaihi wa sallam. Masih banyak yang bisa kita pelajari
dari akhlaq beliau yang indah. Mari sempatkan diri untuk mempelajari akhlaq
Nabi Muhammad shollallohu alaihi wa
sallam dan mari kita praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Begitulah diantara
cara-cara yang bisa kita lakukan untuk menunjukkan rasa cita kita kepada Nabi
Muhammad shollallohu alaihi wa sallam.
Cinta sejati itu memang bukan hanya sekedar pengakuan, tetapi harus dibuktikan
dengan perbuatan. Bukankah seperti itu? Semoga cinta kita kepada Nabi Muhammad shollallohu alaihi wa sallam
mengantarkan kita bertemu dan berkumpul dengan beliau kelak di hari akhir.
Amin.
Ya Alloh… tanamkanlah di hati kami, rasa cita kepada Nabi. (tj)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar