Saudaraku yang dirohmati oleh Alloh ta’ala.
Kita tentu sudah mengetahui betapa ilmu itu sangat penting dalam
kehidupan manusia. Ilmu lah yang mengantarkan kita mengenal Alloh ta’ala. Ilmu
lah yang membuat kita mengetahui mana yang benar, mana yang salah, mana yang
baik, mana yang buruk, mana yang bermanfaat, mana yang mudlorot. Dengan
ilmu lah seseorang bisa menjadi insinyur, dokter, teknisi mesin, bidan,
apoteker, meubeler, dosen, dan guru. Ilmu lah yang menjadikan kita bukan hanya
bisa bertahan hidup, tapi juga hidup bermakna di dunia ini.
Islam adalah agama ilmu. Islam memberikan perhatian dan penghargaan yang
tinggi kepada ilmu dan ahli ilmu.
Alloh ta’ala memberikan penghargaan khusus kepada orang-orang yang
berilmu.
“Alloh ta’ala mengangkat (derajat) orang beriman diantara kalian dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat” (QS. Al Mujadalah:
11)
Rosulullah shollallohu ‘alaihi wa
sallam memberikan motivasi dan pujian kepada para ahli ilmu;
“Barang siapa menempuh suatu jalan untuk
menggapai ilmu, maka Alloh memudahkan baginya jalan menuju surga” (HR. Abu Daud, At Timridzi, Ibn Hibban, dan Al
Baihaqi, dari sahabat Abu Darda r.a)
“Sungguh keutamaan seorang ahli ilmu di atas ahli
ibadah adalah laksana keutamaan bulan purnama di atas seluruh bintang.
Sesungguhnya para ulama adalah pewaris nabi-nabi. Sedangkan para nabi tidak
mewariskan uang dinar ataupun dirham, akan tetapi mereka mewariskan ilmu.
Barangsiapa yang mengambil ilmu itu niscaya dia memperoleh jatah warisan yang
sangat banyak.” (lihat Akhlaq al-’Ulama, hal. 22)
Abu Hatim bin Hibban meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah r.a.,
yang pernah mendengar Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa masuk ke
masjid ku ini untuk belajar kebaikan atau untuk mengajarkannya, maka ia laksana
orang yang berjihad di jalan Alloh.”
Rosululloh bersabda, “Pelajarilah ilmu karena mempelajari ilmu adalah
sebagian dari taqwa kepada Allah, menuntutnya sebagian dari ibadah,
mendiskusikannya sebagai tasbih, memperdalaminya sebagai berjihad,
mengajarkannya kepada orang yang tidak mengetahuinya merupakan sedekah dan
memberikannya kepada yang patut menerimanya merupakan pendekatan kepada Allah.
Karena ilmu itu petunjuk bagi hal-hal yang halal maupun yang haram, ia pelita
bagi perjalanan ahli syurga. Ilmu itu adalah penghibur dalam kesepian, teman
dalam perantauan, pengobrol dalam khalwat, penuntun di waktu suka dan duka,
senjata terhadap musuh dan penghibur bagi kawan. Dengan ilmu Allah mengangkat
kaum-kaum sebagai pemimpin untuk kebajikan yang jejak-jejaknya diikuti,
amal-amal mereka ditiru dan pendapat-pendapatnya di dengar. Para malaikat
mendambakan berkawan dengan kaum-kaum itu dan dengan sayap-sayap mereka diusap.
Untuk kaum-kaum yang berilmu itu beristighfarlah semua makhluk yang basah dan
yang kering, ikan-ikan, ular-ular, singa-singa laut dan binatang-binatangnya.
Karena ilmu itu menghidupkan hati dari kebodohan dan merupakan lampu bagi
mata-mata dari kegelapan. Dengan ilmu seseorang hamba Allah dapat mencapai
kedudukan orang-orang yang saleh dan tingkat-tingkat yang tinggi di dunia dan
di akhirat. Merenungkan sesuatu masalah ilmiah sama seperti berpuasa dan
berdarusan ilmiah sama dengan ibadah di waktu malam. Dengan ilmu dapat
terlaksana silaturahmi dan dengan ilmu dapat diketahui mana yang halal dan mana
yang haram. Ilmu merupakan imamnya amal dan amal perbuatan adalah pengikut
ilmu. Ilmu diilhamkan oleh Allah kepada orang-orang yang bahagia dan tidak
didapatkan oleh orang-orang yang celaka dan bengal.” (rw. Ibnu Abdulbarr).
Ibnul Qayyim rahimahullah
berkata, “… Kebutuhan kepada ilmu di atas kebutuhan kepada makanan, bahkan di
atas kebutuhan kepada nafas. Keadaan paling buruk yang dialami orang yang tidak
bisa bernafas adalah kehilangan kehidupan jasadnya. Adapun lenyapnya ilmu menyebabkan
hilangnya kehidupan hati dan ruh. Oleh sebab itu setiap hamba tidak bisa
terlepas darinya sekejap mata sekalipun. Apabila seseorang kehilangan ilmu akan
mengakibatkan dirinya jauh lebih jelek daripada keledai. Bahkan, jauh lebih
buruk daripada binatang di sisi Alloh, sehingga tidak ada makhluk apapun yang
lebih rendah daripada dirinya ketika itu.” (lihat al-’Ilmu, Syarafuhu wa
Fadhluhu, hal. 96)
Itulah gambaran betapa pentingnya ilmu dan bagaimana agama Islam sangat
mementingkan ilmu.
Apakah semua ilmu
wajib dipelajari?
Nabi kita Muhammad shollallohu alaihi wa sallam menasehati kita;
Tholabu al-‘ilmi faridlotun ‘ala kulli muslimin
“menuntut al-ilmu itu (sangat)
wajib bagi orang yang beragama Islam” (HR. Ibnu Majah)
Ada beberapa hal yang perlu kita bahas dari hadits tersebut. Pertama
kata “faridlotun” itu merupakan sighot muballaghoh (bentuk
melebih-lebihkan) dari kata “fardlun”. Jadi kata tersebut berarti bukan hanya
“wajib”, tapi “sangat wajib”. Hal tersebut menunjukkan bahwa mencari ilmu
(belajar) itu bukan hanya penting, tapi sangat puuuuenting..!!
Yang kedua kata “al-ilmu” merupakan bentuk ma’rifah (kata khusus)
dari kata “ilmun”. Jadi yang sangat wajib dipelajari itu tidak semua jenis
ilmu. Yang sangat wajib dipelajari itu adalah ilmu tertentu. Ilmu apa itu?
Saudaraku yang semoga senantiasa dirohmati oleh Alloh ta’ala. Menurut
Imam al-Ghozali, ilmu itu ada dua macam; ilmu yang fardlu ‘ain dipelajari dan ilmu yang fardlu kifayah dipelajari.
Ilmu apa saja yang fardlu ‘ain dan
ilmu apa saja yang fardlu kifayah? Secara
garis besar ilmu itu ada dua macam; ulumiddin
dan ilmu untuk urusan dunia.
Pertama, Ulumiddin (ilmu yang khusus membahasa tentang agama
Islam). Ilmu ini ada dua macam;
Kedua, Ilmu yang membahas tentang urusan di dunia. Seperti ilmu
kedokteran, ilmu teknik, ilmu pertanian, ilmu perikanan, ilmu psikologi, ilmu
sastra, dan ilmu politik. Ilmu-ilmu seperti ini, menurut para ulama, hukumnya fardlu kifayah dipelajari oleh orang
yang beragama Islam. Jika ada sebagian umat Islam dalam sebuah komunitas yang
ahli dalam ilmu-ilmu tersebut, umat islam yang lain tidak berkewajiban
mempelajarinya. Artinya, hukum mempelajari ilmu-ilmu tersebut menjadi mubah alias boleh.
Jadi, yang dimaksud “al-ilmu”
dalam hadits Rosululloh tersebut adalah ilmu syariat Islam.
Saat ini terjadi sebuah ironi dalam kehidupan umat Islam di Indonesia.
Bisa jadi, ironi ini terjadi juga pada diri saya dan diri Anda. Ironi itu
adalah banyak diantara kita yang menghabiskan lebih banyak waktu, tenaga, dan
harta untuk mempelajari ilmu-ilmu yang fardlu
kifayah. Sementara waktu, tenaga, dan harta yang kita gunakan untuk belajar
ilmu yang fardlu ain sangat sedikit
sekali.
Mari kita jujur.
Diantara kita, masih adakah yang belum hafal bacaan dan gerakan sholat?
Masih adakah yang belum faham syarat sah dan rukun sholat? Masih adakah yang
belum memahami makna bacaan sholat?
Diantara kita, masih adakah yang belum mengerti zakat? Masih adakah yang
belum paham puasa? Masih adakah yang belum bisa membaca al-Quran?
Ibnu Katsir rahimahullah
mengingatkan kita:
“Umumnya manusia tidak memiliki ilmu melainkan ilmu duniawi. Memang
mereka maju dalam bidang usaha, akan tetapi hati mereka tertutup, tidak bisa
mempelajari ilmu dienul islam untuk
kebahagiaan akhirat mereka.” (Tafsir Ibnu Katsir 3/428).
Semestinya, kita sebagai umat Islam mau dan mampu untuk meluangkan
waktu, tenaga, dan harta kita untuk mempelajari ilmu-ilmu yang terkait dengan
syariat di dalam agama kita sendiri, agama Islam.
Nasehat Nabi Muhammad;
“Siapa yang Alloh
kehendaki kebaikan, Alloh akan pahamkan dia (masalah) dien.” (HR.Bukhari).
Imam al-Qurthubi rahimahullah
menjelaskan segi keserupaan antara hujan dengan ilmu agama. Beliau berkata,
“Sebagaimana hujan akan menghidupkan tanah yang mati (gersang), demikian pula
ilmu-ilmu agama akan menghidupkan hati yang mati.” (lihat Fath al-Bari
[1/215]).
Semoga Alloh ta’ala senantiasa memberikan pertolongan-Nya kepada kita
semua. Saudaraku, ayo! Belajar, belajar, dan belajar..!!
[tj]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar