Minggu, 24 Februari 2013

Belajar, Belajar, Belajar..!!




Saudaraku yang dirohmati oleh Alloh ta’ala.
Kita tentu sudah mengetahui betapa ilmu itu sangat penting dalam kehidupan manusia. Ilmu lah yang mengantarkan kita mengenal Alloh ta’ala. Ilmu lah yang membuat kita mengetahui mana yang benar, mana yang salah, mana yang baik, mana yang buruk, mana yang bermanfaat, mana yang mudlorot. Dengan ilmu lah seseorang bisa menjadi insinyur, dokter, teknisi mesin, bidan, apoteker, meubeler, dosen, dan guru. Ilmu lah yang menjadikan kita bukan hanya bisa bertahan hidup, tapi juga hidup bermakna di dunia ini.
Islam adalah agama ilmu. Islam memberikan perhatian dan penghargaan yang tinggi kepada ilmu dan ahli ilmu.
Alloh ta’ala memberikan penghargaan khusus kepada orang-orang yang berilmu.
“Alloh ta’ala mengangkat (derajat) orang beriman diantara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat” (QS. Al Mujadalah: 11)
Rosulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam memberikan motivasi dan pujian kepada para ahli ilmu;
“Barang siapa menempuh suatu jalan untuk menggapai ilmu, maka Alloh memudahkan baginya jalan menuju surga” (HR. Abu Daud, At Timridzi, Ibn Hibban, dan Al Baihaqi, dari sahabat Abu Darda r.a)
“Sungguh keutamaan seorang ahli ilmu di atas ahli ibadah adalah laksana keutamaan bulan purnama di atas seluruh bintang. Sesungguhnya para ulama adalah pewaris nabi-nabi. Sedangkan para nabi tidak mewariskan uang dinar ataupun dirham, akan tetapi mereka mewariskan ilmu. Barangsiapa yang mengambil ilmu itu niscaya dia memperoleh jatah warisan yang sangat banyak.” (lihat Akhlaq al-’Ulama, hal. 22)
Abu Hatim bin Hibban meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah r.a., yang  pernah mendengar Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa masuk ke masjid ku ini untuk belajar kebaikan atau untuk mengajarkannya, maka ia laksana orang yang berjihad di jalan Alloh.”
Rosululloh bersabda, “Pelajarilah ilmu karena mempelajari ilmu adalah sebagian dari taqwa kepada Allah, menuntutnya sebagian dari ibadah, mendiskusikannya sebagai tasbih, memperdalaminya sebagai berjihad, mengajarkannya kepada orang yang tidak mengetahuinya merupakan sedekah dan memberikannya kepada yang patut menerimanya merupakan pendekatan kepada Allah. Karena ilmu itu petunjuk bagi hal-hal yang halal maupun yang haram, ia pelita bagi perjalanan ahli syurga. Ilmu itu adalah penghibur dalam kesepian, teman dalam perantauan, pengobrol dalam khalwat, penuntun di waktu suka dan duka, senjata terhadap musuh dan penghibur bagi kawan. Dengan ilmu Allah mengangkat kaum-kaum sebagai pemimpin untuk kebajikan yang jejak-jejaknya diikuti, amal-amal mereka ditiru dan pendapat-pendapatnya di dengar. Para malaikat mendambakan berkawan dengan kaum-kaum itu dan dengan sayap-sayap mereka diusap. Untuk kaum-kaum yang berilmu itu beristighfarlah semua makhluk yang basah dan yang kering, ikan-ikan, ular-ular, singa-singa laut dan binatang-binatangnya. Karena ilmu itu menghidupkan hati dari kebodohan dan merupakan lampu bagi mata-mata dari kegelapan. Dengan ilmu seseorang hamba Allah dapat mencapai kedudukan orang-orang yang saleh dan tingkat-tingkat yang tinggi di dunia dan di akhirat. Merenungkan sesuatu masalah ilmiah sama seperti berpuasa dan berdarusan ilmiah sama dengan ibadah di waktu malam. Dengan ilmu dapat terlaksana silaturahmi dan dengan ilmu dapat diketahui mana yang halal dan mana yang haram. Ilmu merupakan imamnya amal dan amal perbuatan adalah pengikut ilmu. Ilmu diilhamkan oleh Allah kepada orang-orang yang bahagia dan tidak didapatkan oleh orang-orang yang celaka dan bengal.” (rw. Ibnu Abdulbarr).
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “… Kebutuhan kepada ilmu di atas kebutuhan kepada makanan, bahkan di atas kebutuhan kepada nafas. Keadaan paling buruk yang dialami orang yang tidak bisa bernafas adalah kehilangan kehidupan jasadnya. Adapun lenyapnya ilmu menyebabkan hilangnya kehidupan hati dan ruh. Oleh sebab itu setiap hamba tidak bisa terlepas darinya sekejap mata sekalipun. Apabila seseorang kehilangan ilmu akan mengakibatkan dirinya jauh lebih jelek daripada keledai. Bahkan, jauh lebih buruk daripada binatang di sisi Alloh, sehingga tidak ada makhluk apapun yang lebih rendah daripada dirinya ketika itu.” (lihat al-’Ilmu, Syarafuhu wa Fadhluhu, hal. 96)
Itulah gambaran betapa pentingnya ilmu dan bagaimana agama Islam sangat mementingkan ilmu.

Apakah semua ilmu wajib dipelajari?
Nabi kita Muhammad shollallohu alaihi wa sallam menasehati kita;
Tholabu al-‘ilmi faridlotun ‘ala kulli muslimin
“menuntut al-ilmu itu (sangat) wajib bagi orang yang beragama Islam” (HR. Ibnu Majah)
Ada beberapa hal yang perlu kita bahas dari hadits tersebut. Pertama kata “faridlotun” itu merupakan sighot muballaghoh (bentuk melebih-lebihkan) dari kata “fardlun”. Jadi kata tersebut berarti bukan hanya “wajib”, tapi “sangat wajib”. Hal tersebut menunjukkan bahwa mencari ilmu (belajar) itu bukan hanya penting, tapi sangat puuuuenting..!!
Yang kedua kata “al-ilmu” merupakan bentuk ma’rifah (kata khusus) dari kata “ilmun”. Jadi yang sangat wajib dipelajari itu tidak semua jenis ilmu. Yang sangat wajib dipelajari itu adalah ilmu tertentu. Ilmu apa itu?
Saudaraku yang semoga senantiasa dirohmati oleh Alloh ta’ala. Menurut Imam al-Ghozali, ilmu itu ada dua macam; ilmu yang fardlu ‘ain dipelajari dan ilmu yang fardlu kifayah dipelajari. Ilmu apa saja yang fardlu ‘ain dan ilmu apa saja yang fardlu kifayah? Secara garis besar ilmu itu ada dua macam; ulumiddin dan ilmu untuk urusan dunia.
Pertama, Ulumiddin (ilmu yang khusus membahasa tentang agama Islam). Ilmu ini ada dua macam;
Kedua, Ilmu yang membahas tentang urusan di dunia. Seperti ilmu kedokteran, ilmu teknik, ilmu pertanian, ilmu perikanan, ilmu psikologi, ilmu sastra, dan ilmu politik. Ilmu-ilmu seperti ini, menurut para ulama, hukumnya fardlu kifayah dipelajari oleh orang yang beragama Islam. Jika ada sebagian umat Islam dalam sebuah komunitas yang ahli dalam ilmu-ilmu tersebut, umat islam yang lain tidak berkewajiban mempelajarinya. Artinya, hukum mempelajari ilmu-ilmu tersebut menjadi mubah alias boleh.
Jadi, yang dimaksud “al-ilmu” dalam hadits Rosululloh tersebut adalah ilmu syariat Islam.
Saat ini terjadi sebuah ironi dalam kehidupan umat Islam di Indonesia. Bisa jadi, ironi ini terjadi juga pada diri saya dan diri Anda. Ironi itu adalah banyak diantara kita yang menghabiskan lebih banyak waktu, tenaga, dan harta untuk mempelajari ilmu-ilmu yang fardlu kifayah. Sementara waktu, tenaga, dan harta yang kita gunakan untuk belajar ilmu yang fardlu ain sangat sedikit sekali.
Mari kita jujur.
Diantara kita, masih adakah yang belum hafal bacaan dan gerakan sholat? Masih adakah yang belum faham syarat sah dan rukun sholat? Masih adakah yang belum memahami makna bacaan sholat?
Diantara kita, masih adakah yang belum mengerti zakat? Masih adakah yang belum paham puasa? Masih adakah yang belum bisa membaca al-Quran?
Ibnu Katsir rahimahullah mengingatkan kita:
“Umumnya manusia tidak memiliki ilmu melainkan ilmu duniawi. Memang mereka maju dalam bidang usaha, akan tetapi hati mereka tertutup, tidak bisa mempelajari ilmu dienul islam untuk kebahagiaan akhirat mereka.” (Tafsir Ibnu Katsir 3/428).
Semestinya, kita sebagai umat Islam mau dan mampu untuk meluangkan waktu, tenaga, dan harta kita untuk mempelajari ilmu-ilmu yang terkait dengan syariat di dalam agama kita sendiri, agama Islam.
Nasehat Nabi Muhammad;
“Siapa yang Alloh kehendaki kebaikan, Alloh akan pahamkan dia (masalah) dien.” (HR.Bukhari).
Imam al-Qurthubi rahimahullah menjelaskan segi keserupaan antara hujan dengan ilmu agama. Beliau berkata, “Sebagaimana hujan akan menghidupkan tanah yang mati (gersang), demikian pula ilmu-ilmu agama akan menghidupkan hati yang mati.” (lihat Fath al-Bari [1/215]).
Semoga Alloh ta’ala senantiasa memberikan pertolongan-Nya kepada kita semua. Saudaraku, ayo! Belajar, belajar, dan belajar..!!
[tj]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar