Di pagi hari yang agak pucat karena mendung, sepasang sahabat
terlihat asyik njagong di sebuah
warung kopi. Mereka adalah Selamet (S) dan Ikhwan (I). Sambil menyeruput
dikit-dikit kopi yang panas itu, mereka ngobrol ngalor ngidul ngetan ngulon. Walaupun dalam suasana yang mendung,
mereka sangat bersemangat dalam berdiskusi. Mungkin saja ini karena pengaruh seruputan kopi..
I : Met, tadi malam
di rumahmu ada tahlilan ya?
S : iya. Kamu ku
undang kok gak datang. Kenapa?
I : aku gak mau
ikut-ikutan bid’ah. Tahlilan itu kan bid’ah. Rosululloh dan para sahabat kan
pernah tahlilan.
S : oooalah itu to
sebabnya…
I : iya. Tahlilan
itu perbuatan sia-sia. Buang-buang uang, waktu, dan tenaga. Toh gak ada
manfaatnya bagi embahmu yang sudah
meninggal dunia. Pahala yang katanya orang dikirim itu gak mungkin bisa
nyampek. Qoola ta’ala:
“Dan sesunguhnya manusia tiada memiliki selain apa yang telah
diusahakannya”
Itu surat an-Najm ayat 39. Pasti kamu gak hafal. Buktinya kamu
tahlilan.
S : emmm.. jadi
manusia itu hanya mendapatkan manfaat dari usahanya saja ya?
I : iya. Betul itu!
S : kalau ada orang
yang berusaha menjadi muslim baik, menjadi sholih. Kemudian dia berusaha
mencari teman yang baik, menikahi orang yang baik, memiliki keluarga yang baik,
mempunyai keturunan yang baik-baik, kemudian orang-orang yang baik itu
mendoakannya ketika dia sudah meninggal dunia. Apakah orang itu bisa mendapat
manfaat dari usahanya tersebut?
Ayat tersebut jelas menyatakan bahwa seseorang tidak mendapatkan
pahala kecuali dari hasil usahanya. Sedangkan orang lain juga memiliki pahala
dari apa yang ia usahakan sendiri. Itu sangat benar. Namanya orang punya, kan
boleh-boleh aja tuh, pahalanya dikasihkan ke orang lain? Masak mau ngasih
pahala gak boleh?
I : kamu ini bisa
aja ngutak-ngatik permasalahan.
S : lho, ini bukan
utak-atik saya mas Ikhwan. Ini pendapatnya Syeikh Ibnu Abil ‘Izz dalam syarh
aqidah Thohawiyyah. Saya setuju aja dengan pendapat beliau. Kalau gak salah
halaman 925. Coba nanti mas ikhwan cek. Mase kan ahli baca kitab.
I : Nabi bersabda:
Jika anak Adam meninggal dunia, terputuslah amalnya kecuali 3 perkara: shodaqoh
jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak sholih yang mendoakan. Ini hadits nya
shohih. Diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim. Jadi selain 3 amal itu, ya
terputus semuanya. Makanya kamu ngaji hadits yang benar. Sampai hafal.
S : ya jelas mas.
Orang mati ya gak bisa beramal sholih lagi. Kalau gak salah di hadits tersebut
sebenarnya Nabi ingin mengingatkan kita bahwa ada amal-amal yang pahalanya bisa
didapatkan terus menerus walaupun kita sudah mati. Yaitu shodaqoh jariyah, Ilmu
yang bermanfaat, dan anak yang sholih yang mendoakan. Namun saya pernah baca
hadits riwayat Ibnu Majah dari Abu huroiroh yang menjelaskan bahwa ada
amal-amal lain yang pahalanya terus mengalir walaupun si pengamal sudah
meninggal dunia, yaitu; mushaf yang diwariskan, rumah untuk ibnu sabil, air
sungai yang dialirkan, hartanya yang terus dishodaqohkan baik ketika dia masih
hidup maupun sudah mati. Jadi bukan hanya 3. Bahkan Imam Suyuthi menambahakan
bahwa menanam pohon juga termasuk amal yang pahalanya terus mengalir.
I : benar juga.
Tapi kan tetap aja yang mendapatkan pahala dari amal adalah si pengamal
tersebut. Jadi pahala orang yang masih hidup tidak bisa dihadiahkan kepada
orang yang sudah mati.
S : hehehe. Justru
itu, di dalam hadits tersebut Nabi menyatakan terputusnya amal. Bukan
terputusnya manfaat. Sebagaimana yang saya sampaikan sebelumnya, pahala dari
amal kebaikan adalah milik si pelaku amal. Jika dia mau, dia akan menyimpannya
sendiri. Jika dia mau, boleh dong dia menghadiahkan kepada orang yang
disayanginya?
Eh, ayahmu kan sudah meninggal dunia?
I : iya. Dan aku
gak mau tahlilan kayak kamu. Gak ada manfaatnya buat ayahku.
S : iya. Gak
apa-apa. Tahlilan memang tidak wajib. Bukan hal itu yang ingin saya bahas.
Ketika meninggal dunia dulu, ayah mas Ikhwan kan masih punya hutang kepada ayahku. Mase kan yang melunasinya? Dengan
harta mas sendiri. Mas Ikhwan benar-benar anak yang berbakti kepada orang tua. Yang
saya tanyakan, uang untuk bayar hutang itukan uangnya mas, bukan uang ayahe mas? Jadi
bukan hasil usaha ayahe m? Benar kan?
I : iya. Benar.
Emang kenapa?
S : jadi di akhirat
nanti, ayahe mas masih harus bayar hutang ke ayahku dong?
I : ya gak bisa
begitu. Aku kan sudah melunasinya. Aku anaknya. Aku ahli warisnya. Aku yang
berkewajiban melunasi hutang ayahku. Agar kelak di akhirat beliau tidak
menanggung beban hutang lagi..
S : iya. Aku setuju
dengan pean Mas. Mas Ikhwan benar-benar anak yang sholih.
I : eh, kita belum
selesai. Aku tidak pernah mendengar ada keterangan bahwa nabi, shohabat, dan
ulama salaf melakukan tahlilan. Jadi tahlilan itu bid’ah. Dan pelaku bid’ah
adalah calon penghuni neraka.
S : sebentar mas…
kita sepakati apa tahlilan itu. Tahlilan itu kan membaca ayat al-Quran,
istighfar, sholawat, tahlil, dan dzikr yang lain secara bersama-sama kemudian
diakhiri dengan penghadiahan pahala bacaan tadi kepada si mayyit dan juga
mendoakan serta memohonkan ampun untuk si mayyit.
I : iya. Aku tahu
hal itu. Kalau mendoakan dan memintakan ampunan untuk si mayyit sih aku setuju.
Itu dalilnya jelas. Nabi mengajarkannya dalam sholat jenazah. Nabi juga
mengajarkan kita agar mengucapkan salam kepada ahli qubur. Di al-Quran juga
ada, “Ya Tuhan kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang mendahului
kami dengan iman”. Itu tercantum dalam al-Quran surat al-Hasyr ayat 10. Namun
mendoakan dan meminta ampunnya gak pas tahlilan. Ya pas sholat jenazah, atau
doa setelah sholat.
Yang aku tidak setuju adalah penghadiahan pahala dari orang yang
masih hidup kepada orang yang sudah mati. Karena hal tersebut tidak pernah dicontohkan
oleh Nabi, para sabahat, dan juga salaf yang sholih.
S : mas Ikhwan
ingatkan hadits bahwa seorang mayyit bisa disiksa di kubur akibat tangisan
keluarganya?
I : iya. Hadits itu
shohih, riwayat Bukhori.
S : kalau menangis
aja bisa berpengaruh negatif terhadap si mayyit, maka pahala dari sebuah amal
kebaikan yang dihadiahkan kepada si mayyit kemungkinan juga bermanfaat bagi
dia. Alloh adalah Tuhan yang Maha Mulia, masak Alloh menyampaikan hukuman atau
siksaan kepada mayyit, tapi menghalangi kiriman pahala untuk untuknya?
I : kamu gak boleh
bilang gitu..!
S : Satu lagi. Mas
Ikhwan ingatkan hadits bahwa Rosululloh menancapkan dua batang pelepah kurma di
atas kuburan dan beliau mengabarkan bahwa kedua mayyit di kubur itu diringankan
siksanya selama pelepah kurma itu masih basah.
I : iya. Itu hadits
shohih riwayat Bukhori Muslim.
S : kalau pelepah
kurma yang basah saja bisa bermanfaat bagi si mayyit, bagaimana dengan bacaan
al-Quran, istighfar, sholawat, dan tahlil? Tentu bisa bermanfaat bagi si
mayyit.
I : itu akal-akalan
kamu aja.
S : ya gak papa
kalau mas Ikhwan gak sependapat dengan saya. Saya gak maksa mas. Saya hanya
ingin menyampaikan, dengan pengetahuannya saya yang sangat terbatas ini, bahwa saya
dan orang-orang yang seide dengan saya melakukan tahlilan itu bukan
asal-asalan. Yang kami lakukan ada dasarnya dalam agama Islam.
Sekalian saya tambahkan.
Di dalam kitab al Musnad juz V halaman 26-27 Imam Ahmad
meriwayatkan sebuah hadits yang berarti: “Bacakanlah Yasin bagi orang-orang
yang mati diantara kalian”.
Dalam Musnad Firdaus juz IV halaman 32 juga ada sebuah hadits yang
disampaikan oleh Abu Darda’, “setiap mayyit yang dibacakan surat Yasin
untuknya, maka Alloh meringankan bebannya”.
Silahkan mas Ikhwan cek di kitab-kitab hadits tersebut. Jika mas
Ikhwan memang ingin tabayyun.
I : sudah siang.
Aku mau berangkat kerja. Diskusi kita belum selesai. Besok pagi kita jagongan lagi di warung ini ya..
S : insyaalloh mas Ikhwan. Matur suwun. Jazakumulloh
I : podo-podo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar