Jumat, 09 November 2012

Selamat Hari Pahlawan..!!

Kenapa tanggal 10 November disebut sebagai Hari Pahlawan?
Pada tanggal tersebut, tepatnya tanggal 10 November 1945, terjadi pertempuran yang dahsyat antara pejuang Indonesia, mayoritas arek-arek Suroboyo, melawan pasukan sekutu, Belanda dan Inggris. Pertempuran ini adalah perang pertama pasukan Indonesia melawan pasukan asing pasca Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945. 
Setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, dilakukanlah pelucutan senjata terhadap tentara Jepang. Ketika gerakan untuk melucuti pasukan Jepang sedang berkobar, tentara Inggris mendarat di Jakarta pada tanggal 15 September 1945, kemudian mendarat di Surabaya pada 25 Oktober. Berkedok melucuti tentara Jepang, tentara Inggris datang ke Indonesia atas nama Sekutu, dengan membawa misi mengembalikan Indonesia kepada pemerintah Belanda sebagai jajahannya. NICA (Netherlands Indies Civil Administration) pun membonceng.
Itulah yang meledakkan kemarahan rakyat Indonesia di mana-mana, sehingga pecahlah insiden Bendera 19 September 1945 di Hotel Yamato atau Hotel Orange (sekarang Hotel Mandarin Oriental Majapahit) Surabaya. Rakyat Surabaya marah dengan adanya bendera merah putih biru milik Belanda berkibar di atas menara hotel. Beberapa pemuda yang berhasil mendekati dan memanjat dinding serta puncak menara Hotel, menurunkan bendera Belanda dan menyobek bagian birunya serta menaikkan kembali bendera Merah-Putih dengan diiringi takbir dan pekikan “Merdeka!” yang disambut dengan gempita oleh massa yang berkerumun di depan Hotel Orange.
Dalam insiden penyobekan bendera Belanda di Hotel Orange tersebut empat pemuda Arek Suroboyo tewas. Mereka adalah Cak Sidik, Mulyadi, Hariono dan Mulyono. Sedangkan dari pihak Belanda, Mr Ploegman tewas terbunuh oleh amukan massa.
Insiden di jalan Tunjungan Surabaya ini menyulut bentrokan-bentrokan bersenjata antara pasukan Inggris dengan para pejuang di Surabaya, yang memuncak dengan tewasnya Brigadir Jenderal AWS Mallaby (pimpinan tentara Inggris untuk Jawa Timur), pada 30 Oktober 1945.
Setelah terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, penggantinya (Mayor Jenderal Mansergh) mengeluarkan ultimatum bahwa semua pimpinan dan orang Indonesia yang bersenjata harus melapor dan  meletakkan senjatanya di tempat yang ditentukan dan menyerahkan diri dengan mengangkat tangan di atas. Jika ultimatum itu tidak dipatuhi, pasukan sekutu akan membumihanguskan Kota Surabaya. Batas ultimatum adalah jam 6.00 pagi tanggal 10 November 1945.
Ultimatum tersebut ditolak oleh pihak Indonesia dengan alasan bahwa Republik Indonesia waktu itu sudah berdiri, dan Tentara Keamanan Rakyat TKR juga telah dibentuk sebagai pasukan negara. Selain itu, banyak organisasi perjuangan bersenjata yang telah dibentuk masyarakat, termasuk di kalangan pemuda, mahasiswa dan pelajar yang menentang masuknya kembali pemerintahan Belanda yang memboncengi kehadiran tentara Inggris di Indonesia. Salah satu tokoh terkenal yang membakar semangat para pejuang agar menolak ultimatum tersebut adalah Bung Tomo. Dengan pidatonya yang berapi-api, Bung Tomo menggerakkan arek-arek Suroboyo untuk melawah sekutu dengan pekikan takbirnya yang sangat terkenal, “Allohu Akbar! Allohu Akbar! Allohu Akbar! Merdeka!!”
Kutipan pidato Bung Tomo:
“Bismillahirrohmanirrohim. Merdeka!! Saudara-saudara, kita semuanya, kita bangsa Indonesia yang ada di Surabaya ini akan menerima tantangan tentara Inggris itu. Dan kalau pimpinan tentara Inggris yang ada di Surabaya ini ingin mendengarken jawaban rakyat Indonesia. Ingin mendengarken jawaban seluruh pemuda Indonesia yang ada di Surabaya ini, dengarkanlah ini, tentara Inggris. Ini jawaban kita. Ini jawaban rakyat Surabaya. Ini jawaban pemuda Indonesia kepada kau sekalian:“Hai, tentara Inggris, kau mengendaki bahwa kita ini akan membawa bendera putih untuk takluk kepadamu. Kamu menyuruh kita mengangkat tangan datang kepadamu. Kau menyuruh kita membawa senjata-senjata yang telah kami rampas dari tentara Jepang untuk diserahkan kepadamu. Untuk itu, sekalipun kita tahu bahwa kau sekalian akan mengancam kita untuk menggempur kita dengan kekuatan yang ada. Tetapi inilah jawaban kita:“Selama banteng-banteng Indonesia masih mempunyai darah merah yang dapat membikin secarik kain putih menjadi merah dan putih, maka selama itu tidak akan kita mau menyerah kepada siapapun juga. Kita tunjukken bahwa kita ini benar-benar orang-orang yang ingin merdeka. Dan untuk kita saudara-saudara, lebih baik hancur lebur daripada tidak merdeka. Semboyan kita tetap “Merdeka atau Mati”. Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar!! Merdeka!!”
Pihak sekutu menepati ultimatumnya. Pada 10 November pagi, tentara Inggris mulai melancarkan serangan berskala besar, yang diawali dengan pengeboman udara ke gedung-gedung pemerintahan Surabaya. Inggris mengerahkan sekitar 30.000 infanteri, sejumlah pesawat terbang, tank, dan kapal perang. Inggris kemudian membombardir kota Surabaya dengan meriam dari laut dan darat. Perlawanan pasukan dan milisi Indonesia kemudian berkobar di seluruh kota, dengan bantuan yang aktif dari penduduk. Terlibatnya penduduk dalam pertempuran ini mengakibatkan ribuan penduduk sipil jatuh menjadi korban dalam serangan tersebut, baik meninggal maupun terluka.
Di luar dugaan pihak Inggris yang optimis bahwa perlawanan di Surabaya bisa ditaklukkan dalam tempo tiga hari, para tokoh masyarakat seperti pelopor muda Bung Tomo yang berpengaruh besar di masyarakat terus mengger`kkan semangat perlawanan pemuda-pemuda Surabaya sehingga perlawanan terus berlanjut sampai berminggu-minggu. Selain itu, tokoh-tokoh agama yang terdiri dari kalangan ulama serta kyai-kyai pondok Jawa seperti KH. Hasyim Asy'ari, KH. Wahab Hasbullah serta kyai-kyai pesantren lainnya juga mengerahkan santri-santri mereka dan masyarakat sipil sebagai milisi perlawanan (pada waktu itu masyarakat tidak begitu patuh kepada pemerintahan tetapi mereka lebih patuh dan taat kepada para kyai) sehingga perlawanan pihak Indonesia berlangsung lebih lama dari perkiraan semula. Bahkan boleh dibilang, peran para Kyai dan Ulama beserta santri-santri ini sangatlah besar.
Resolusi Jihad
Di Surabaya, beberapa tokoh Islam berkumpul, mengatur strategi menghadapi serangan Sekutu yang telah mengultimatum Indonesia untuk ‘menyerah’ pada 9 November 1945. Diantara mereka ada KH. Mas Mansur, KH. Abdul Wahab Hasbullah, Bung Tomo, Roeslan Abdul Ghani, dan Dul Arnowo. (Baca:
Sedemikian dahsyat perlawanan umat Islam, sampai salah seorang komandan pasukan India, Zia-ul-Haq, terheran-heran menyaksikan para Kyai dan santri bertakbir sambil mengacungkan senjata. Sebagai muslim, hati Zia-ul-Haq terenyuh, dan dia pun menarik diri dari medan perang. Sikap tentara yang kemudian menjadi Presiden Pakistan ini tentu saja semakin menyulitkan pasukan Inggris menguasai Indonesia dari sisi Surabaya.
Peran penting umat Islam dalam peristiwa 10 November itu juga diamini oleh KH Sholahuddin Wahid, cucu pendiri Nahdlatul Ulama (NU), KH. Hasyim Asy’ari. Menurut pengasuh pondok pesantren Tebu Ireng Jombang ini, kakeknya bersama beberapa Kyai berunding dan menyatakan bahwa kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 harus dipertahankan oleh seluruh rakyat Indonesia. “Umat Islam wajib membantu tentara Indonesia yang saat itu baru didirikan untuk melawan Belanda, dan siapa yang gugur mendapat status syahid,” kenangnya.
Untuk itulah, KH Hasyim Asy’ari memerintahkan KH Wahab Chasbullah dan KH Bisri Syamsuri untuk mengumpulkan Kyai se-Jawa dan Madura. Para Kyai dari itu lantas rapat di Kantor PB Ansor Nahdlatoel Oelama (ANO), Jalan Bubutan VI/2, Surabaya, dan dipimpin Kyai Wahab Chasbullah pada 22 Oktober 1945. Pada 23 Oktober 1945, KH. Hasyim Asy’ari, atas nama PBNU, mendeklarasikan seruan jihad fi sabilillah, yang kemudian dikenal dengan Resolusi Jihad. “
Inilah lima butir Resolusi Jihad yang menggelorakan semangat para pejuang (baca: kaum santri) itu.
1. Kemerdekaan Indonesia yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945 wajib dipertahankan 
2. Republik Indonesia sebagai satu-satunya pemerintahan yang sah harus dijaga dan ditolong
3. Musuh Republik Indonesia yaitu Belanda yang kembali ke Indonesia dengan bantuan tentara Sekutu pasti akan menggunakan cara-cara politik dan militer untuk menjajah kembali Indonesia
4. Umat Islam harus mengangkat senjata melawan Belanda dan tentara Sekutu yang ingin menjajah Indonesia kembali
5. Kewajiban ini merupakan perang suci bagi setiap muslim yang tinggal dalam radius 94 kilometer. Sedangkan mereka yang tinggal di luar radius tersebut harus membantu secara material terhadap mereka yang berjuang.

Peristiwa yang juga disebut sebagai “Battle of Surabaya” ini merupakan salah satu pertempuran terbesar dan terberat dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia yang menjadi simbol nasional atas perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme. Pertempuran yang berlangsung hampir satu bulan ini mengakibatkan sekitar 16.000 pejuang Indonesia meninggal dunia dan lebih dari 200.000 warga mengungsi keluar dari Surabaya. Pertempuran berdarah di Surabaya yang memakan ribuan korban jiwa tersebut telah menggerakkan dan membangkitkan perlawanan rakyat di seluruh Indonesia untuk mengusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan. Banyaknya pejuang yang gugur dan rakyat sipil yang menjadi korban pada hari 10 November ini kemudian dikenang sebagai Hari Pahlawan oleh Republik Indonesia hingga sekarang.
Makna 10 November hari ini…
Semangat para pejuang kemerdekaan untuk mempertahankan kedaulatan bangsa Indonesia ini hendaknya kita install ke dalam sanubari kita. Selayaknya bara semangat para pahlawan itu memantik api semangat di dalam diri kita untuk melawan musuh-musuh yang berniat “menjajah” kita. Siapakah musuh kita? Setidaknya, ada tiga musuh yang saat ini senantiasa mengancam kedaulatan dan kemerdekaan kita sebagai hamba Alloh dan kholifatulloh di bumi. Mereka adalah syaithon, nafsu amaroh, dan materialism.
Musuh kita yang pertama adalah syaithon, baik dari jenis jin maupun jenis manusia. Iya, sesungguhnya dialah musuh yang nyata bagi kita umat manusia. Dialah yang senantiasa mengajak kita untuk melakukan kema’shiatan dan pembangkangan kepada Alloh ta’ala, Tuhan kita, Tuhan semesta alam. Dialah yang setiap saat berusaha dengan berbagai cara untuk menggelincirkan kita jatuh ke dalam jurang kehinaan, neraka jahannam.
“Sesungguhnya syaithon adalah musuh bagi kamu, maka jadikanlah dia musuh; sebenarnya ia mengajak golongannya supaya menjadi penghuni neraka”. (al-Fathir 35: 06)
Bagaimana cara memerangi syaithon ini? Berhati-hatilah..!! Mari kita memperdalam ilmu agama. Dengan mengetahui mana yang haqq dan mana yang bathil kita insyaalloh bisa menghindari ajakan dan bujuk rayu syathon. Dan janganlah kita sekalipun mengikuti langkah-langkahnya. Karena jika kita “mencoba” mengikuti langkahnya, maka kita ‘kan jatuh ke dalam tipu dayanya yang semakin lama semakin dalam hingga akhirnya kita sulit keluar dari lembah tipu daya syaithon ini.
Musuh kita yang kedua adalah nafsu amaroh. Nafsu ini selalu mengajak kita berbuat jelek. Nafsu ini senantiasa mendorong kita berbuat kejahatan dan pelanggaran. Kalau syaithon itu musuh yang datang luar diri kita, nafsu amaroh ini adalah musuh yang berada di dalam diri kita. Dia hidup di dalam sanubari kita. Maka hendaknya kita senantiasa waspada.
“Sesungguhnya nafsu itu selalu mengajak kepada kejahatan, kecuali yang dirahmati oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Yusuf : 53)
Bagaimana cara memerangi nafsu amaroh ini? Caranya adalah dengan menundukkan nafsu tersebut kepada syariat Islam, aturan Alloh ta’ala dan tuntunan Rosululloh shollallohu a’alaihi wa sallam. Jangan pernah menuruti nafsu amaroh ini karena sekali ia dituruti, ia akan minta dituruti lagi. Dia tidak akan pernah puas.    
Musuh kita yang ketiga adalah materialism. Faham kebendaan ini senantiasa mendorong kita untuk menomorsatukan materi dalam segala hal. Faham ini mengajak kita untuk mementingkan kesenangan dan kesejahteraan di dunia dan melupakan kehidupan di akhirot. Mari kita tengok kehidupan sekitar kita (dan tentu kita sendiri). Kalau ada orang punya waktu produktif 16 jam per hari, berapa jam yang dia gunakan untuk mencari materi (uang)? Dan berapa jam yang dia gunakan untuk mempersiapkan bekal akhirotnya??  Kalau ada orang yang memiliki uang 1.000.000, biasanya berapa yang ia habiskan untuk belanja dan hiburan? Lalu berapa yang ia gunakan untuk shodaqoh dan infaq??
Mengenai hal ini, Rasululloh shollallohu a’alaihi wa sallam pernah bersabda (yang maksudnya) :
"Sesungguhnya bagi setiap ummat ada ujiannya, dan ujian bagi ummatku ialah harta kekayaan". (H.R. Tarmizi)
Bagaimana cara memerangi budaya materialism ini? Langkah pertama tentu dengan belajar, mendalami ajaran agama Islam yang sumber utamanya adalah al-Quran dan al-Hadits serta hikmah para Ulama`. Karena dengan ilmu lah kita bisa menyadarkan diri kita akan makna hidup yang sebenarnya. Dari mana kita berasal? Kemana tujuan hidup kita? Dan apa yang semestinya kita lakukan semasa hidup di dunia? Mari senantiasa menjadikan keuntungan di akhirot sebagai visi dan tujuan hidup di dunia yang fana ini sehingga setiap aktifitas yang kita lakukan, senantiasa kita pertimbangkan dengan seksama, menguntungkan atau merugikan di akhirot nanti?
Mari kita merdekakan diri kita dari jajahan syaithon, nafsu amroh, dan budaya materialism. Kita berdoa, semoga Alloh ta’ala senantiasa mencurahkan petunjuk dan pertolongan-Nya kepada kita semua. Amin.  Kepada segenap saudara-saudaraku di mana pun Anda berada. Saya ucapkan, selamat hari pahlawan..!! Allohu Akbar! Allohu Akbar! Allohu Akbar! MERDEKA..!!

Sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Peristiwa_10_November
http://ichsaneljufri.blogspot.com/2011/11/asal-usul-hari-pahlawan.html
http://sejarah.kompasiana.com/2012/07/30/kh-amin-sepuh-dan-peristiwa-10-november/
http://www.hafizfirdaus.com/ebook/Tipudaya/pembuka.htm    
http://dewon.wordpress.com/2008/03/22/nafsu/
http://sosbud.kompasiana.com/2012/07/08/gaya-hidup-hedonis-dan-materialis-pemusnah-bangsa/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar