Rabu, 03 Oktober 2012

Mengapa anak suka berbohong?



Ayah bunda yang bijaksana, dibandingkan dengan tindak kejahatan lain, berbohong sebenarnya berada pada level teratas. Mengapa demikian? Mari kita lihat kondisi bangsa ini, berapa banyak orang yang melakukan korupsi? Dan kita tahu, korupsi itu berawal dari sebuah kebohongan. Kebohongan adalah awal dari berbagai kerusakan dan hanya membawa kita kepada keburukan.
Oleh karena itu, jika anak (suka) berbohong, orang tua perlu segera mencari solusinya karena dampaknya berat sekali. Tekankan dan pahamkan kepada anak bahwa berbohong adalah kebiasaan yang sangat buruk dan berakibat buruk baik di dunia dan akhirat. Di dunia, pembohong tidak akan dipercaya oleh orang lain. Di akhirat, pembohong mendapatkan siksa karena berbohong itu termasuk perbuatan dosa.
Berdasarkan pengalaman ayah Edy, seoarang pakar parenting, anak (suka) berbohong karena pada  awalnya mencontoh orang-orang terdekatnya, siapapun orang itu dan sekecil apa pun kebohongan itu. Salah satu contoh kebohongan kecil  yang (mungkin) sering dilakukan orang tua adalah ketika ada tamu tak diundang yang bernama pengemis, orang tua berkata, “Dek, bilang mama gak ada ya…”. Karena melihat orang-orang terdekatnya berbohong, si anak mengira bahwa bebohong itu wajar-wajar saja dan boleh dilakukan. Akhirnya si anak pun mulai berbohong. Jadi, faktor pertama anak (suka) berbohong adalah karena ada yang dicontoh. Tidak mungkin seorang anak tiba-tiba suka berbohong jika tidak ada yang dicontoh.
Faktor kedua, orang tua seringkali ingin jawaban yang bagus-bagus dari sang anak. Jika anak cerita tantang sesuatu yang jelek, yang tidak menyenangkan, sering kali orang tua marah-marah. Orang tua tidak siap dengan jawaban yang tidak bagus. Jadinya, kejujuran anak seringkali dibalas dengan emosi. Contoh: suatu hari sang anak bolos sekolah, lalu orang tua mengatahui kalau anaknya bolos sekolah.
“adek tadi bolos sekolah ya?”   
“iya” jawab sang anak
“Adek ini, mama sudah susah-susah nyekolahin, malah sekolah gak bener..!! mau jadi apa kamu!!”
Nah, kebanyakan orang tua suka marah-marah seperti ini. Jadinya di kesempatan berikutnya si anak berbohong karena takut dimarahi orang tuanya. Sebenarnya si anak tidak memiliki niat jahat. Ia hanya ingin cari aman saja. Padahal kalau orang tua gak marah-marah, orang tua mau mencari penyebab kenapa anak bolos sekolah, kemudian membantu anak untuk menyelesaikan permasalahannya, malah orang tua mau menasehati sang anak dengan lembut dan memotivasi anak agar lebih giat belajar, kemungkinan besar anak tidak akan berbohong.
Lalu bagaimana solusinya?
Kalau penyebabnya karena ada yang dicontoh, solusinya adalah mengubah sikap yang dicontoh. Jika bunda merasa pernah berbohong kepada anak, katakana pada anak, “sayang, kalau kamu berbohong karena mencontoh mama, maafkan mama ya. Mama berjanji tidak akan berbohong lagi. Tolong bantu mama ya.. kalau mama berbohong, tolong adek ingatkan”. Jadi memang harus ada komitmen yang dibangun oleh orang tua untuk mengoreksi diri. Kalau orang tua mau berubah, insyaalloh anak pun akan berubah.
Kemudian, jika selama ini orang tua sering marah-marah kalau mendengar atau mengetahui bahwa si anak (mungkin) melakukan kesalahan, maka mulai sekarang kebiasaan ini harus dirubah. Dengarkan jawaban anak tanpa memarahinya. Apapun jawabannya. Kita sebagai orang tua mestinya bersyukur jika anak kita masih mau berkata jujur kepada kita. Jadi anak kita masih percaya kepada kita. Ingat..!! marah tidak akan bisa menyelesaikan masalah. Bayangkan kalau anak sudah terlanjur memakai narkoba. Kalau orang tuanya marah-marah saja, apa ini akan menyelesaikan masalah?! Justru melihat orang tuanya marah, mungkin ia malah akan terus melakukannya. Sebaliknya, jika orang tua mau menerima si anak apa adanya, orang tua mau membantu anak menyelesaikan masalahnya, orang tua mau bekerja sama dengan anak, kemungkinan besar “kerusakan” itu bisa diperbaiki sedikit demi sedikit.
Cara bepikir seperti ini seringkali luput dari pemikiran orang tua karena kebanyakan orang tua merasa diri mereka paling benar. Kalau anaknya salah, mereka pikir itu hanya kesalahan anak semata. Padahal kesalahan anak adalah kesalahan orang tua juga; mungkin si anak kurang mendapat perhatian dan kasih sayang, akhirnya si anak mencari teman, nah tanpa sengaja si anak mendapat teman yang salah, teman yang buruk, lama-kelamaan si anak mengikuti apa yang dilakukan temannya itu karena ia merasa nyaman bersama mereka.  Oleh karena itu, STOP marah ya Ayah Bunda.
Kalau anak melakukan sesuatu yang dinilai salah, sebaiknya kita cari tahu dulu apa penyebabnya. Anak bolos sekolah mungkin saja disebabkan karena ada gurunya yang galak, ada temannya yang suka menyakiti, atau sebab yang lain. Kita cari tahu dulu penyebabnya apa, kemudian kita bantu anak kita untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut. Seperti ini lebih baik dan insyaalloh si anak akan tetap berkata jujur kepada orang tua.
Bagaimana kalau si anak masih berbohong?
Kita sebaiknya membuat kesepakatan dengan anak. Kalau anak masih berbohong, kita perlu memberikan sanksi yang tegas. Contoh, “adek tidak boleh berbohong, karena berbohong itu dosa. Kalau adek berbohong lagi, akhir bulan ini adek tidak boleh ikut rekreasi ke kebun binatang”. Jika kemudian si anak “ketangkap” berbohong lagi, sanksi ini harus dijalankan. Konsistenlah agar anak mengerti bahwa berbohong itu adalah perbuatan buruk yang harus dihindari.
Selain itu, biasakanlah memberikan apresiasi kepada anak ketika dia berkata jujur. Orang tua bisa mengucapkan, “terimakasih adek berkata jujur. Bunda akan tambah sayang kepada adek”. Dan sesekali boleh juga kita, orang tua, memberikan hadiah kepada anak karena sang anak konsisten berkata jujur. Insyaalloh dengan cara seperti ini anak-anak kita akan terbiasa dan termotivasi untuk senantiasa berkata jujur. Ingat, biasakan setiap hari berdoa agar Alloh ta’ala membersihkan hati anak-anak kita, agar Alloh ta’ala menolong kita dan anak-anak kita menjadi orang-orang yang jujur. Semoga. 
                                                                                       
(Dikutip dari buku Ayah Edy Menjawab: 100 persoalan sehari-hari orang tua yang tidak ada jawabannya di kamus manapun, hal 31-35. 2012. Jakarta: Noura Books. Dengan beberapa modifikasi dan tambahan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar