Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman:
فَخَلَفَ
مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوْا الصَّلَوةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا
“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti
yang menyia-nyiakan shalat dan menuruti syahwat. Maka mereka (pengganti) itu
kelak akan menemui ghoyyun.” (QS. Maryam: 59)
Yang dimaksud ‘pengganti’
adalah ‘generasi akhir zaman’. ‘Menyia-nyiakan shalat’
berarti ‘meninggalkan shalat fardlu’. ‘Menuruti syahwat’
berarti ‘melakukan berbagai ma’siat, tidak melaksanakan perintah Allah dan
melanggar larangan Allah’. Sedangkan ‘ghoyyun’ bermakna ‘kerugian di akhirat’ atau ‘sebuah
jurang di neraka’. (lihat tafsir Ibnu Katsir)
Ketika Shalat Disia-siakan
Sebuah survey yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI)
bersama Goethe Institute di 33 provinsi di Indonesia pada
bulan November 2010. Diantara hasil survei tersebut adalah bahwa kaum muda
Islam yang selalu menunaikan shalat 5 waktu (28,7 persen), yang sering shalat 5
waktu (30,2 persen), yang kadang-kadang shalat 5 waktu (39,7 persen), yang
tidak pernah shalat 5 waktu (1,2 persen).
Survey tersebut memperlihatkan bahwa kaum muda Islam yang senantiasa
melaksanakan shalat fardlu hanya 28,7 persen dan sisanya –mayoritas- tidak
selalu menunaikan shalat fardlu lima waktu alias shalatnya bolong.
Padahal shalat fardlu adalah tiang agama. Jika rusak
shalat fardlunya, rusaklah agamanya.
Pokok semua perkara adalah Islam,
tiangnya adalah shalat, dan puncaknya adalah jihad” (HR. Imam Ahmad, 5/231, dan Imam
at-Tirmidzi, 2/1314)
Dalam sebuah
kesempatan Rasulullah menyampaikan: “Ada lima shalat yang telah Allah ta’ala
wajibkan atas hamba-hambaNya, barangsiapa menunaikannya, tidak mengabaikannya
dengan menyepelekan (meremehkan) kedudukannya, maka Allah berjanji untuk
memasukkannya ke dalam surga”. (HR. Imam Abu Dawud, 2/62)
"(Malaikat penjaga
neraka bertanya kepada penghuni neraka) Apakah yang memasukkan kalian ke dalam
Saqar
(neraka)?. Mereka menjawab: Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang
mengerjakan shalat”. (QS. Al-Muddatstsir : 42-43)
Menuruti
Syahwat
Apakah
syahwat itu? Syahwat adalah hal-hal yang diingini, disukai, dan disenangi. Ada
berbagai macam syahwat. Diantaranya adalah syahwat perut (makan, minum),
syahwat farji (memegang, mencium lawan jenis, berhubungan seks), syahwat
harta benda (uang, rumah, mobil), dan syahwat kekuasaan (menjadi pimpinan,
dihormati, dimuliakan). Kata syahwat ini identik dengan kata ‘hawa’
(biasanya disebut hawa nafsu). Syahwat-syahwat ini harus dikendalikan, diatur dengan
menggunakan wahyu dan akal agar senantiasa berada di wilayah ‘halal’,
agar senantiasa mengikuti syariat Islam. Mengendalikan syahwat atau hawa nafsu
merupakan sebuah kemuliaan dan pangkal dari berbagai macam kebaikan.
“Dan adapun
orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan jiwanya dari
keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat
tinggal(nya)". (QS.
An-Nazi’at: 40-41).
Sebaliknya,
senantiasa menuruti syahwat (hawa nafsu) adalah sumber kerusakan dan kehinaan
bagi manusia.
“Hai Daud sesungguhnya Kami menjadikan kamu
khalifah di muka bumi, maka berilah keputusan di antara manusia dengan adil dan
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu maka ia akan menyesatkan kamu dari jalan
Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat
azab yang berat karena mereka melupakan hari perhitungan.” (QS. Saad :
26)
Perbaiki
Shalat, Jangan Turuti Syahwat
Ayat 59
surat Maryam di atas mengisyaratkan bahwa kebiasaan ‘menyia-nyiakan shalat’ sangat
erat kaitannya dengan ‘menuruti syahwat’. Orang yang menyia-nyiakan shalat
biasanya cenderung menuruti syahwat. Orang yang menyia-nyiakan shalat berarti
tidak memiliki rasa takut kepada Allah ta’ala, keyakinannya kepada Allah dan
hari akhir sangat tipis, dan jauh dari Allah ta’ala. Orang yang tidak punya
rasa takut kepada Allah tentu lebih cenderung menuruti keinginan hawa nafsunya.
“….. Sesungguhnya shalat itu mencegah
dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar…..” (QS. Al-Ankabut: 45)
Begitu juga
orang yang mempunyai kebiasaan menuruti syahwat, biasanya cenderung
menyia-nyiakan shalat. Bukankah syahwat manusia itu cenderung lebih menyukai
hal-hal yang enak dan mudah? Padahal menjaga shalat fardlu itu merupakan
sesuatu yang berat.
Kebiasaan menyia-nyiakan
shalat dan menuruti syahwat ini sangat berbahaya karena menyebabkan pelakunya
berada di dalam kesesatan, menjadi budak hawa nafsu, semakin jauh dari Allah
ta’ala, dan akhirnya menderita di neraka. Oleh karena itu, marilah kita dan keluarga kita berusaha sekuat tenaga
untuk senantiasa memperbaiki shalat dan tidak menuruti syahwat. Agar kita
sekeluarga tidak berada di dalam kesesatan yang ujungnya adalah neraka
jahannam. Na’udzu billah min dzalik.
Saudaraku yang semoga senantiasa dijaga oleh Allah ta’ala. Setidaknya ada
empat hal yang perlu dilakukan untuk memperbaiki shalat:
1. Aqimu ash-ashalat (tegakkan shalat). Artinya penuhi syarat dan rukun
shalat. Perbaiki bacaan dan gerakan shalat. Bacaannya
yang benar dan jelas. Gerakannya yang benar dan tuma’ninah.
2. Haafidhu... (jagalah shalat). Artinya jagalah shalat Anda. Jangan sampai terlewat.
Kerjakan shalat di awal waktu. Jangan menunda shalat.
3. Khoosyi’un... (shalat dengan khusyu’). Artinya menghadirkan hati ketika shalat. Saat
melaksanakan shalat, hendaknya kita merasa sedang sowan kepada Allah
ta’ala. Kita hayati makna setiap gerakan dan bacaan shalat.
4. Daaimun... (rutin, istiqomah). Artinya kita musti terus-menerus, istiqomah,
mengerjakan shalat. Jangan sampai bolong.
Terlebih dari itu semua, mari kita membiasakan shalat dengan berjama’ah
karena hal itu lebih memungkinkan agar shalat kita diterima. Lagi pula, bukankah shalat berjama’ah lebih utama dari
pada shalat sendirian dengan selisih 27 derajat?
Selanjutnya, marilah kita berusaha semaksimal mungkin untuk mengendalikan
syahwat atau hawa nafsu kita dengan berbagai
cara, diantaranya:
1. Senantiasa gunakan syariat
dan akal sehat untuk mempertimbangkan keinginan kita.
Jika syahwat kita
mengajak kita untuk melakukan suatu hal, hendaknya kita konsultasikan dulu
kepada syariat dan akal sehat. Apakah hal itu halal atau haram? Apakah hal itu
bermanfaat di dunia dan akhirat atau malah membahayakan?
Untuk itu kita
perlu terus -menerus belajar ilmu-ilmu agama Islam, baik secara langsung kepada kiai atau ustadz maupun dengan
membaca buku-buku agama.
2. Berpuasa sunnah
Dengan berpuasa
kita berlatih untuk mengendalikan syahwat atau keinginan-keinginan kita.
“Wahai generasi muda,
barangsiapa di antara kamu telah mampu berkeluarga hendaknya ia menikah, karena
ia dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa belum mampu, hendaknya
berpuasa, sebab ia dapat menjadi perisai baginya.” (Muttafaq Alaihi)
3. Memperbaiki hubungan dengan
Allah ta’ala dengan memperbaiki shalat,
membaca dan mentadabburi al-Qur`an, membiasakan diri berbuat kebaikan, memberi
manfaat kepada orang lain, serta memperbanyak dzikrullah.
Jika hubungan
kita dengan Allah ta’ala baik, insyaallah Dia kan senantiasa melimpahkan
taufiq-Nya kepada kita, sehingga kita diberi kemampuan untuk mengendalikan
syahwat atau hawa nafsu kita.
Semoga Allah ta’ala senantiasa melimpahkan taufiq-Nya kepada kita sekeluarga
sehingga kita sekeluarga senantiasa mampu untuk menjaga dan memperbaiki shalat
serta mengendalikan syahwat. Amin.
[M. Tajuddin]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar