Saudaraku yang semoga senantiasa dijaga
oleh Alloh ta’ala. Banyak orang yang berpuasa, namun tidak mendapatkan pahala,
hanya mendapatkan lapar dan dahaga. Pernyataan ini bukan sembarang pernyataan,
tetapi sebuah peringatan yang bersumber dari sabda Rosululloh shollallohu
alaihi wa sallam, manusia yang jujur, dapat dipercaya, cerdas, dan
menyampaikan kabar yang benar.
رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ
الجُوْعُ وَالعَطَشُ
“Betapa
banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut
kecuali rasa lapar dan dahaga.” (HR. Ath Thobroniy)
Kenapa hal tersebut bisa
terjadi? Kenapa orang-orang yang berpuasa tersebut tidak mendapatkan pahala
dari puasa yang mereka kerjakan? Padahal mereka sudah susah payah menahan lapar
dan haus mulai dari subuh hingga maghrib.
Jawabannya adalah karena
mereka tidak meninggalkan hal-hal yang menjadi penghancur pahala puasa. Mereka
berpuasa (menahan diri) dari makan dan minum, namun mereka tidak menahan diri
dari hal-hal yang merusak (pahala) puasa.
Saudaraku yang semoga
senantiasa diberi pertolongan oleh Alloh ta’ala. Berikut beberapa hal yang
berpotensi merusak dan menghancurkan (pahala) puasa.
1.
Berkata
dusta
Perkataan dusta atau bohong
adalah sumber dari berbagai macam dosa. Orang yang biasa berbohong biasanya
sulit untuk meninggalkan kebiasaan buruk ini. Oleh karena itu jangan pernah
mencoba berbohong, walaupun kecil, meskipun hanya bercanda. Jujur tentu lebih
baik. Lebih menentramkan jiwa.
Nabi Muhammad shollallohu alaihi wa
sallam mengingatkan: “Janganlah
berlaku dusta, karena sesungguhnya dusta itu menuntun kepada kejahatan, dan
kejahatan itu mengantarkan ke neraka. Seseorang senantiasa berdusta dan
senantiasa berusaha berdusta hingga ia akan dicatat di sisi Alloh sebagai
pendusta.” (Muttafaqun ‘alaih).
Lebih lanjut, perkataan dusta atau
bohong dapat menghancurkan (pahala) puasa. Sehingga orang yang berpuasa, tetapi
dia masih saja berkata dusta, maka puasanya sia-sia. Dia hanya mendapatkan rasa
lapar dan dahaga.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ
وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Barangsiapa
yang tidak meninggalkan perkataan
dusta,
malah mengamalkannya, maka Alloh tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia
tahan.” (HR. Bukhari no. 1903)
Maksud dari “Alloh tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia
tahan” adalah bahwa Alloh ta’ala tidak menganggap puasanya, Alloh
ta’ala tidak menerima puasa orang yang suka berdusta atau berbohong tersebut. Alias puasanya muspro, sia-sia.
2.
Berkata
laghwu (hal yang sia-sia) dan rofats (porno)
Dari Abu Hurairah, Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
لَيْسَ
الصِّيَامُ مِنَ الأَكْلِ وَالشَّرَبِ ، إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ
وَالرَّفَثِ ، فَإِنْ سَابَّكَ أَحَدٌ أَوْ جَهُلَ عَلَيْكَ فَلْتَقُلْ: إِنِّي
صَائِمٌ ، إِنِّي صَائِمٌ
“Puasa
bukanlah hanya menahan makan dan minum saja. Akan tetapi, puasa adalah dengan
menahan diri dari perkataan lagwu dan rofats. Apabila ada seseorang yang
mencelamu atau berbuat usil padamu, katakanlah padanya, “Aku sedang puasa, aku
sedang puasa”.” (HR. Ibnu Majah dan Hakim)
Laghwu
adalah perkataan yang sia-sia dan tidak berfaedah. Sedangkan rofats
adalah kiasan hubungan badan, perkataan keji, setiap hal yang diinginkan
laki-laki dari wanita, atau hal-hal yang porno.
Menurut Rosululloh, puasa
yang hakiki bukan hanya sekedar puasa dari makan dan minum, tetapi juga
berpuasa (menahan diri) dari laghwu dan rofats. Lebih-lebih perkataan yang menyakiti orang
lain seperti mencaci, mengumpat, menggunjing, memfitnah, dan berbagai macam
bentuk perkataan yang diharamkan oleh Alloh ta’ala, tentu kita harus menjaga
diri dari semua itu. Kaedahnya sederhana, jika tidak bisa berbicara hal-hal
yang baik, lebih baik diam.
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan
hari akhir maka katakanlah perkataan yang baik atau
jika tidak, maka diamlah.”(Muttafaqun
‘alaihi)
Saudaraku yang semoga
senantiasa dijaga oleh Alloh ta’ala. Menjaga lidah atau lisan adalah salah satu
amal ibadah yang paling utama. Bahkan Rosulullah menjamin surga bagi orang yang
mampu menjaga lisan dan kemaluannya dari perkara yang diharamkan oleh Alloh
ta’ala.
“Barangsiapa
yang mampu menjamin untukku apa yang ada di antara kedua rahangnya (lisan) dan
apa yang ada di antara kedua kakinya (kemaluan) aku akan menjamin baginya
surga.” (HR. Bukhari)
Sebaliknya, membiarkan lidah untuk berkata
semaunya adalah sebuah bahaya besar yang bisa menghancurkan kita di dunia dan
di akhirat.
Diriwayatkan dari sahabat Mu’adz bin Jabal radhiyallohu ‘anhu, beliau
bertanya kepada Rosulullah shollallohu
‘alaihi wa sallam tentang amalan yang dapat memasukkannya ke dalam
surga dan menjauhkannya dari neraka, kemudian Rosulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam menyebutkan
tentang rukun iman dan beberapa pintu-pintu kebaikan, kemudian berkata
kepadanya: “Maukah
kujelaskan kepadamu tentang hal yang menjaga itu semua?” kemudian
beliau memegang lisannya dan berkata: “Jagalah
ini” maka aku (Mu’adz) tanyakan: “Wahai Nabi Alloh, apakah kita
akan disiksa dengan sebab perkataan kita?” Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Semoga ibumu kehilanganmu!
(sebuah ungkapan agar perkataan selanjutnya diperhatikan). Tidaklah manusia tersungkur di neraka
di atas wajah mereka atau di atas hidung mereka melainkan dengan sebab lisan
mereka.” (HR. At-Tirmidzi)
Jagalah lisanmu dari perkataan laghwu
dan rofats. Jagalah lisanmu dari mencaci, menghina, menggunjing
(ngerasani), mengumpat, memfitnah, dan berbagai macam perkataan buruk yang
diharomkan oleh Alloh ta’ala. Jika tidak, sia-sialah puasamu.
3.
Berbuat
ma’shiat
Berpuasa tapi tetap istiqomah
berma’shiat kepada Alloh ta’ala? Ini adalah hal yang sangat aneh. Di bulan
Romadlon ini kita diperintah untuk menahan diri dari makan dan minum (mulai
terbit fajar hingga terbenamnya matahari), sedangkan makan dan minum itu
diperbolehkan bagi kita di luar Romadlon. Tentu, di bulan suci ini kita
diperintah untuk lebih menahan diri dari perbuatan ma’shiat, karena di luar
bulan Romadlon pun ma’shiat itu dilarang oleh Alloh ta’ala.
Jangan sampai di bulan yang penuh
ampunan ini, kita justru menimbun dosa-dosa. Romadlon adalah bulan taubat,
jangan sampai kita terus menerus berma’shiat. Orang-orang yang diberi oleh
Alloh ta’ala kesempatan bertemu Romadlon, namun justru tidak bertaubat,
sehingga dosa-dosa mereka tidak diampuni oleh Alloh, mereka akan mendapat
laknat dari malaikat Jibril yang diamini oleh Rosululloh shollallohu alaihi
wa sallam. Na’udzu billahi min dzalik.
Diriwayatkan dari Abu Huroiroh rodliyallohu
‘anhu, sesungguhnya Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam naik ke
mimbar kemudian beliau mengatakan “amin…amin…amin…” Beliau ditanyai “Wahai
rosululloh, pada saat naik mimbar, Anda mengatakan ‘amin…amin…amin…?”
Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Jibril
datang kepada ku dan berkata, ‘barangsiapa bertemu Romadlon, dia tidak
mendapatkan ampunan, kemudian dia masuk neraka, semoga Alloh menjauhkan orang
itu dari rohmat-Nya, katakan ‘amin’, maka aku mengatakan ‘amin’. . . . . (HR.
Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, ath-Thobroniy, dan al-Baihaqi)
Saudaraku yang semoga dijaga oleh Alloh
ta’ala. Menurut Hujjatul Islam Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghozali rohimahulloh,
dalam Ihya` ‘Ulumiddin, orang yang berpuasa itu ada tiga tingkatan.
Tingkatan pertama adalah orang yang
menahan diri dari makan-minum dan menjaga kemaluan dari dorongan syahwat.
Tingkatan ini disebut puasanya orang awam. Ini tingkatan yang paling rendah.
Tingkatan kedua adalah orang yang
menahan diri dari makan-minum, menjaga kemaluan dari dorongan syahawat, serta
menahan pendengaran, pandangan, lisan, gerakan tangan dan kaki (serta anggota
tubuh lainnya) dari segala macam bentuk dosa. Tingkatan ini disebut puasanya
orang khusus.
Menurut Imam Ghozali, tanda-tanda
puasanya orang-orang khusus ada enam, yaitu:
a. Menundukkan
pandangan dari hal-hal yang harom dilihat. Mencegah keinginan untuk memperluas
pandangan pada segala hal yang tercela dan dibenci serta dapat melalaikannya
dari dzikrulloh (ingat Alloh). Rosululloh shollallohu alaihi wa
sallam bersabda (yang maksudnya): “Pandangan adalah salah satu panah
iblis”. (HR. Imam al-Hakim, al-mustadrok: 4/349)
b. Menjaga
lidah dari berbohong, ghibah (menggunjing, ngerasani), berkata
keji, kasar, dan segala perkataan yang dapat menjauhkannya dari dzikrulloh.
Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam bersabda (yang maksudnya):
“Puasa adalah benteng. Jika seseorang diantara kalian sedang berpuasa, maka
jangan berkata keji dan bersikap bodoh. Jika ada orang yang mengajaknya
berselisih atau mencacinya, maka katakanlah, ‘sesungguhnya saya sedang
berpuasa’”. (HR. Imam Bukhori, 1894, Imam Muslim, 163)
c. Mencegah
pendengaran dari mendengar hal-hal yang dibenci. Alloh ta’ala berfirman, (yang
maksudnya): “Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong,
banyak memakan makanan yang harom”. (QS. Al-Maidah [5]: 42)
d. Mencegah
anggota tubuh yang lain dari perbuatan dosa, khususnya tangan dan kaki. Juga
mencegah perut dari terisi makanan yang subhat (tidak jelas halal
haromnya).
e. Tidak
memperbanyak makanan yang halal saat berbuka (dan di malam hari) karena tujuan
puasa adalah untuk meredam hawa nafsu, agar menjadi jiwa-jiwa yang bertaqwa
kepada Alloh ta’ala.
f. Setelah
berbuka, hatinya berada di antara perasaan penuh harap dan takut kepada Alloh
ta’ala. Berharap puasanya diterima oleh Alloh ta’ala, dan merasa takut jika
puasanya ditolak oleh Alloh ta’ala.
Sedangkan tingkatan ketiga adalah orang
yang berpuasa seperti puasanya orang khusus plus menahan hati dari
kepentingan jangka pendek, pikiran-hasrat duniawi, serta dari segala hal yang
dapat memalingkan dirinya dari Alloh ta’ala. Tingkatan ini disebut puasa khoshosul
khos (khususnya orang khusus, istimewa).
Saudaraku yang semoga senantiasa
dibimbing oleh Alloh ta’ala. Bukankah tujuan kita berpuasa adalah agar menjadi
orang-orang yang bertaqwa? Bukankah yang dimaksud orang yang bertaqwa itu
adalah orang yang melaksanakan perintah Alloh ta’ala dan menjauhi larangan-Nya?
Mengerjakan keta’atan dan meninggalkan ma’shiat? Jadi kalau kita berpuasa tapi
masih saja sering berlaku ma’shiat dan berbuat buruk, maka bisa dikatakan bahwa
puasa kita muspro, puasa kita sia-sia, hanya menghasilkan lapar dan haus
saja, seperti kata Nabi kita. Na’udzu billahi min dzalik…
Jangan Biarkan Puasa-mu Muspro
Saudaraku yang semoga
senantiasa dijaga oleh Alloh ta’ala. Di bulan puasa yang penuh dengan kasih
sayang dan ampunan Alloh ta’ala ini, marilah kita menjaga diri dari berkata
dusta, berkata laghwu dan rofats, serta
berbagai macam bentuk ma’shiat. Mari kita menjaga puasa kita. Jangan
biarkan puasa kita muspro. Jangan biarkan puasa kita sia-sia. Semoga
Alloh ta’ala senantiasa memberikan kekuatan dan kesabaran kepada kita dalam
menjaga ibadah-ibadah kita. Amien.
Wallohu a’lam bi as-showab
[tije/LP2A PBSB Kemenag RI]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar