Selasa, 12 Agustus 2014

Jangan biarkan Puasa-mu Muspro..!!




Saudaraku yang semoga senantiasa dijaga oleh Alloh ta’ala. Banyak orang yang berpuasa, namun tidak mendapatkan pahala, hanya mendapatkan lapar dan dahaga. Pernyataan ini bukan sembarang pernyataan, tetapi sebuah peringatan yang bersumber dari sabda Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam, manusia yang jujur, dapat dipercaya, cerdas, dan menyampaikan kabar yang benar.
رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الجُوْعُ وَالعَطَشُ
Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga.” (HR. Ath Thobroniy)
Kenapa hal tersebut bisa terjadi? Kenapa orang-orang yang berpuasa tersebut tidak mendapatkan pahala dari puasa yang mereka kerjakan? Padahal mereka sudah susah payah menahan lapar dan haus mulai dari subuh hingga maghrib.
Jawabannya adalah karena mereka tidak meninggalkan hal-hal yang menjadi penghancur pahala puasa. Mereka berpuasa (menahan diri) dari makan dan minum, namun mereka tidak menahan diri dari hal-hal yang merusak (pahala) puasa.
Saudaraku yang semoga senantiasa diberi pertolongan oleh Alloh ta’ala. Berikut beberapa hal yang berpotensi merusak dan menghancurkan (pahala) puasa.
1.   Berkata dusta
Perkataan dusta atau bohong adalah sumber dari berbagai macam dosa. Orang yang biasa berbohong biasanya sulit untuk meninggalkan kebiasaan buruk ini. Oleh karena itu jangan pernah mencoba berbohong, walaupun kecil, meskipun hanya bercanda. Jujur tentu lebih baik. Lebih menentramkan jiwa.
Nabi Muhammad shollallohu alaihi wa sallam mengingatkan: “Janganlah berlaku dusta, karena sesungguhnya dusta itu menuntun kepada kejahatan, dan kejahatan itu mengantarkan ke neraka. Seseorang senantiasa berdusta dan senantiasa berusaha berdusta hingga ia akan dicatat di sisi Alloh sebagai pendusta.” (Muttafaqun ‘alaih).
Lebih lanjut, perkataan dusta atau bohong dapat menghancurkan (pahala) puasa. Sehingga orang yang berpuasa, tetapi dia masih saja berkata dusta, maka puasanya sia-sia. Dia hanya mendapatkan rasa lapar dan dahaga.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta, malah mengamalkannya, maka Alloh tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan.” (HR. Bukhari no. 1903)
Maksud dari “Alloh tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan” adalah bahwa Alloh ta’ala tidak menganggap puasanya, Alloh ta’ala tidak menerima puasa orang yang suka berdusta atau berbohong tersebut. Alias puasanya muspro, sia-sia.
2.   Berkata laghwu (hal yang sia-sia) dan rofats (porno)
Dari Abu Hurairah, Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ الأَكْلِ وَالشَّرَبِ ، إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ ، فَإِنْ سَابَّكَ أَحَدٌ أَوْ جَهُلَ عَلَيْكَ فَلْتَقُلْ: إِنِّي صَائِمٌ ، إِنِّي صَائِمٌ
Puasa bukanlah hanya menahan makan dan minum saja. Akan tetapi, puasa adalah dengan menahan diri dari perkataan lagwu dan rofats. Apabila ada seseorang yang mencelamu atau berbuat usil padamu, katakanlah padanya, “Aku sedang puasa, aku sedang puasa”.” (HR. Ibnu Majah dan Hakim)
Laghwu adalah perkataan yang sia-sia dan tidak berfaedah. Sedangkan rofats adalah kiasan hubungan badan, perkataan keji, setiap hal yang diinginkan laki-laki dari wanita, atau hal-hal yang porno.
Menurut Rosululloh, puasa yang hakiki bukan hanya sekedar puasa dari makan dan minum, tetapi juga berpuasa (menahan diri) dari laghwu dan rofats.  Lebih-lebih perkataan yang menyakiti orang lain seperti mencaci, mengumpat, menggunjing, memfitnah, dan berbagai macam bentuk perkataan yang diharamkan oleh Alloh ta’ala, tentu kita harus menjaga diri dari semua itu. Kaedahnya sederhana, jika tidak bisa berbicara hal-hal yang baik, lebih baik diam.
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka katakanlah perkataan yang baik atau jika tidak, maka diamlah.”(Muttafaqun ‘alaihi)
Saudaraku yang semoga senantiasa dijaga oleh Alloh ta’ala. Menjaga lidah atau lisan adalah salah satu amal ibadah yang paling utama. Bahkan Rosulullah menjamin surga bagi orang yang mampu menjaga lisan dan kemaluannya dari perkara yang diharamkan oleh Alloh ta’ala.
Barangsiapa yang mampu menjamin untukku apa yang ada di antara kedua rahangnya (lisan) dan apa yang ada di antara kedua kakinya (kemaluan) aku akan menjamin baginya surga.” (HR. Bukhari)
Sebaliknya, membiarkan lidah untuk berkata semaunya adalah sebuah bahaya besar yang bisa menghancurkan kita di dunia dan di akhirat.
Diriwayatkan dari sahabat Mu’adz bin Jabal radhiyallohu ‘anhu, beliau bertanya kepada Rosulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam tentang amalan yang dapat memasukkannya ke dalam surga dan menjauhkannya dari neraka, kemudian Rosulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam menyebutkan tentang rukun iman dan beberapa pintu-pintu kebaikan, kemudian berkata kepadanya: “Maukah kujelaskan kepadamu tentang hal yang menjaga itu semua?” kemudian beliau memegang lisannya dan berkata: “Jagalah ini” maka aku (Mu’adz) tanyakan: “Wahai Nabi Alloh, apakah kita akan disiksa dengan sebab perkataan kita?” Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Semoga ibumu kehilanganmu! (sebuah ungkapan agar perkataan selanjutnya diperhatikan). Tidaklah manusia tersungkur di neraka di atas wajah mereka atau di atas hidung mereka melainkan dengan sebab lisan mereka.” (HR. At-Tirmidzi)
Jagalah lisanmu dari perkataan laghwu dan rofats. Jagalah lisanmu dari mencaci, menghina, menggunjing (ngerasani), mengumpat, memfitnah, dan berbagai macam perkataan buruk yang diharomkan oleh Alloh ta’ala. Jika tidak, sia-sialah puasamu.
3.   Berbuat ma’shiat
Berpuasa tapi tetap istiqomah berma’shiat kepada Alloh ta’ala? Ini adalah hal yang sangat aneh. Di bulan Romadlon ini kita diperintah untuk menahan diri dari makan dan minum (mulai terbit fajar hingga terbenamnya matahari), sedangkan makan dan minum itu diperbolehkan bagi kita di luar Romadlon. Tentu, di bulan suci ini kita diperintah untuk lebih menahan diri dari perbuatan ma’shiat, karena di luar bulan Romadlon pun ma’shiat itu dilarang oleh Alloh ta’ala.
Jangan sampai di bulan yang penuh ampunan ini, kita justru menimbun dosa-dosa. Romadlon adalah bulan taubat, jangan sampai kita terus menerus berma’shiat. Orang-orang yang diberi oleh Alloh ta’ala kesempatan bertemu Romadlon, namun justru tidak bertaubat, sehingga dosa-dosa mereka tidak diampuni oleh Alloh, mereka akan mendapat laknat dari malaikat Jibril yang diamini oleh Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam. Na’udzu billahi min dzalik.
Diriwayatkan dari Abu Huroiroh rodliyallohu ‘anhu, sesungguhnya Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam naik ke mimbar kemudian beliau mengatakan “amin…amin…amin…” Beliau ditanyai “Wahai rosululloh, pada saat naik mimbar, Anda mengatakan ‘amin…amin…amin…?” Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Jibril datang kepada ku dan berkata, ‘barangsiapa bertemu Romadlon, dia tidak mendapatkan ampunan, kemudian dia masuk neraka, semoga Alloh menjauhkan orang itu dari rohmat-Nya, katakan ‘amin’, maka aku mengatakan ‘amin’. . . . . (HR. Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, ath-Thobroniy, dan al-Baihaqi)
Saudaraku yang semoga dijaga oleh Alloh ta’ala. Menurut Hujjatul Islam Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghozali rohimahulloh, dalam Ihya` ‘Ulumiddin, orang yang berpuasa itu ada tiga tingkatan.
Tingkatan pertama adalah orang yang menahan diri dari makan-minum dan menjaga kemaluan dari dorongan syahwat. Tingkatan ini disebut puasanya orang awam. Ini tingkatan yang paling rendah.
Tingkatan kedua adalah orang yang menahan diri dari makan-minum, menjaga kemaluan dari dorongan syahawat, serta menahan pendengaran, pandangan, lisan, gerakan tangan dan kaki (serta anggota tubuh lainnya) dari segala macam bentuk dosa. Tingkatan ini disebut puasanya orang khusus.
Menurut Imam Ghozali, tanda-tanda puasanya orang-orang khusus ada enam, yaitu:
a.   Menundukkan pandangan dari hal-hal yang harom dilihat. Mencegah keinginan untuk memperluas pandangan pada segala hal yang tercela dan dibenci serta dapat melalaikannya dari dzikrulloh (ingat Alloh). Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam bersabda (yang maksudnya): “Pandangan adalah salah satu panah iblis”. (HR. Imam al-Hakim, al-mustadrok: 4/349)
b.   Menjaga lidah dari berbohong, ghibah (menggunjing, ngerasani), berkata keji, kasar, dan segala perkataan yang dapat menjauhkannya dari dzikrulloh. Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam bersabda (yang maksudnya): “Puasa adalah benteng. Jika seseorang diantara kalian sedang berpuasa, maka jangan berkata keji dan bersikap bodoh. Jika ada orang yang mengajaknya berselisih atau mencacinya, maka katakanlah, ‘sesungguhnya saya sedang berpuasa’”. (HR. Imam Bukhori, 1894, Imam Muslim, 163)
c.   Mencegah pendengaran dari mendengar hal-hal yang dibenci. Alloh ta’ala berfirman, (yang maksudnya): “Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan makanan yang harom”. (QS. Al-Maidah [5]: 42)
d.   Mencegah anggota tubuh yang lain dari perbuatan dosa, khususnya tangan dan kaki. Juga mencegah perut dari terisi makanan yang subhat (tidak jelas halal haromnya).
e.   Tidak memperbanyak makanan yang halal saat berbuka (dan di malam hari) karena tujuan puasa adalah untuk meredam hawa nafsu, agar menjadi jiwa-jiwa yang bertaqwa kepada Alloh ta’ala.
f.     Setelah berbuka, hatinya berada di antara perasaan penuh harap dan takut kepada Alloh ta’ala. Berharap puasanya diterima oleh Alloh ta’ala, dan merasa takut jika puasanya ditolak oleh Alloh ta’ala.
Sedangkan tingkatan ketiga adalah orang yang berpuasa seperti puasanya orang khusus plus menahan hati dari kepentingan jangka pendek, pikiran-hasrat duniawi, serta dari segala hal yang dapat memalingkan dirinya dari Alloh ta’ala. Tingkatan ini disebut puasa khoshosul khos (khususnya orang khusus, istimewa).
Saudaraku yang semoga senantiasa dibimbing oleh Alloh ta’ala. Bukankah tujuan kita berpuasa adalah agar menjadi orang-orang yang bertaqwa? Bukankah yang dimaksud orang yang bertaqwa itu adalah orang yang melaksanakan perintah Alloh ta’ala dan menjauhi larangan-Nya? Mengerjakan keta’atan dan meninggalkan ma’shiat? Jadi kalau kita berpuasa tapi masih saja sering berlaku ma’shiat dan berbuat buruk, maka bisa dikatakan bahwa puasa kita muspro, puasa kita sia-sia, hanya menghasilkan lapar dan haus saja, seperti kata Nabi kita. Na’udzu billahi min dzalik…
Jangan Biarkan Puasa-mu Muspro
Saudaraku yang semoga senantiasa dijaga oleh Alloh ta’ala. Di bulan puasa yang penuh dengan kasih sayang dan ampunan Alloh ta’ala ini, marilah kita menjaga diri dari berkata dusta, berkata laghwu dan rofats, serta berbagai macam bentuk ma’shiat. Mari kita menjaga puasa kita. Jangan biarkan puasa kita muspro. Jangan biarkan puasa kita sia-sia. Semoga Alloh ta’ala senantiasa memberikan kekuatan dan kesabaran kepada kita dalam menjaga ibadah-ibadah kita. Amien.
Wallohu a’lam bi as-showab
[tije/LP2A PBSB Kemenag RI]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar