Senin, 13 Agustus 2012

Evaluasi Romadlon Kita (1)

Bulan Romadlon hampir usai, rasa-rasanya kita perlu untuk mengevaluasi sejauh mana kita memaksimalkan “Madrasah Romadlon” ini untuk mencapai derajat “taqwa”. Karena memang “taqwa”lah yang menjadi tujuan akhir kita berpuasa baik secara dhohir maupun bathin. Apakah kita telah berhasil mencapai derajat “taqwa”..??
Di dalam al-Quran Alloh ta’ala menjelaskan beberapa ciri orang-orang yang bertaqwa. Mari kita tengok bersama surat Ali Imron ayat 133-135 (yang maksudnya):
133. dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,
134. (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.
135. dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri*), mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.
*) Yang dimaksud perbuatan keji (faahisyah) ialah dosa besar yang mana mudharatnya tidak hanya menimpa diri sendiri tetapi juga orang lain, seperti zina, riba. Menganiaya diri sendiri ialah melakukan dosa yang mana mudharatnya hanya menimpa diri sendiri baik yang besar atau kecil.
Menurut ayat tersebut, orang yang disediakan surga oleh Alloh ta’ala adalah mereka yang bertaqwa. Orang-orang yang bertaqwa memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.      Senantiasa berinfaq baik di saat lapang maupun sempit
Orang yang bertaqwa adalah mereka yang peduli dengan sesama manusia. Tidak tahan kalau melihat atau mengetahui tetangganya gak bisa makan karena gak punya uang. Ia segera mendatanginya dan memberinya makan atau uang. Apalagi kalau mendengar ayah-ibu atau keluarganya kekurangan, orang yang bertaqwa tidak bisa tenang sebelum memastikan mereka tercukupi, minimal tidak kekurangan. Jika ia punya banyak ia berbagi banyak. Jika ia punya dikit ia pun tetap berbagi. Salah satu hikmah puasa adalah agar kita bisa merasakan bagaimana "lapar" itu, dan tumbuhlah rasa peduli dalam diri kita untuk berbagi.                      
Evaluasi:
Apakah kita sudah senantiasa menganggarkan sebagian harta kita untuk diinfakkan bagi kepentingan agama Alloh ta’ala?
Apakah kita sudah senantiasa bershodaqoh baik di kala senang maupun di kala susah? Baik di saat kaya maupun miskin?
2.      Menahan marah
Ciri orang yg bertaqwa yang selanjutnya adalah bisa menahan marah. Seringkali kita menghadapi situasi yang memancing amarah kita. Nabi shollallohu 'alaihi wa sallam menyatakan bahwa "orang yang kuat adalah orang yang kuat menahan marah". Hal ini berkaitan dengan kemampuan manusia untuk mengendalikan diri. Jika kita dikit-dikit marah, dikit-dikit marah, bisa dibayangkan kerusakan yang timbul akibat amarah kita, kerusakan tersebut bisa berupa "sakit hati" orang yang kena marah atau juga kerusakan fisik akibat amarah kita yang tidak terkendali. Contoh, pintu ditendang rusak, piring dibanting hancur, dll. Jadi amarah yang tidak terkendali justru menyebabkan kerusakan yang meluas dan lebih parah.
Salah satu hikmah puasa adalah kita dididik untuk mengendalikan diri kita, mengendalikan nafsu kita. dalam level dasar kita dididik untuk mengendalikan nafsu perut dan nafsu farji. Dan di level selanjutnya kita dididik untuk mengendalikan seluruh nafsu kita, termasuk nafsu amarah. Nah, itulah, tujuan berpuasa adalah agar kita menjadi orang yang bertaqwa, salah satu ciri orang yang bertaqwa adalah bisa menahan marah. Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam dawuh,"laa taghdhob, laa taghdhob, laa taghdhob..!"
Evaluasi:
Apakah kita masih sering marah-marang kepada anak-anak kita?
Apakah kita masih sering marah-marah kepada orang lain yang berbuat salah kepada kita?
Apakah kita masih sering marah-marah kepada orang yang menghina kita?
3.      Memaafkan orang lain
Ciri no. 3 orang yang bertaqwa adalah (suka) memaafkan manusia, suka memberi maaf. Ada yang bilang bahwa meminta maaf itu berat, tapi lebih berat lagi memberi maaf. Otre. Itu kata-kata lama. Sekarang kita ganti; meminta maaf itu mulia, and memberi maaf adalah lebih mulia. 
Suatu ketika sabahat Abu Bakr ash-shiddiq pernah 'marah' kepada seseorang yg biaya hidup sehari-harinya ditanggung oleh Abu Bakr r.a. Gara-garanya si orang tersebut ikut-ikutan "megamini" fitnah yang disebar oleh orang-orang munafiq tentang sayyidah 'Aisyah r.a. bahwa beliau berbuat serong dengan seorang sahabat ketika perjalanan pulang dari suatu tempat. Itu lho, kisah ketika pada suatu malam sayyidah Aisyah r.a. ketinggalan dari rombongan karena mencari kalung beliau yang hilang. Kemudian beliau berniat menyusul rombongan. di tengah jalan beliau bertemu dengan seorang sahabat yang bertugas sebagai 'sapu bersih'. Sebuah strategi umum dengan menempatkan orang pilihan di belakang rombongan untuk memastikan tidak ada yg tertinggal. Ketika sampai di Madinah, ada orang yang melihat bahwa sayyidah naik unta dan tidak jauh di belakang beliau ada seorang sahabat yang berjalan kaki. Tersebarlah fitnah tersebut. hingga suatu ketika Alloh ta'ala menyampaikan pembelaan kepada sayyidah Aisyah r.a. dan membebaskan beliau dari tuduhan keji tersebut.
Setelah turun firman tersebut, Abu Bakr r.a. bersumpah untuk tidak menafkahi lagi orang tersebut, orang yang ikut-ikutan 'mengamini' fitnah yang keji itu. Kemudian Alloh ta'ala menurunkan firman-Nya yang berisi teguran bahwa tidak pantas bagi seseorang yan telah diberi kelebihan oleh Alloh ta'ala untuk bersumpah bahwa ia tidak akan lagi menafkahkan hartanya untuk keluarganya, kerabatnya, orang-prang miskin dan orang-orang lemah.Akhirnya Abu Bakr pun mencabut sumpahnya.
Peristiwa tersebut menjadi pelajaran bagi kita bahwa tidak pantas bagi orang muslim yang baik untuk 'mutungan'. Kita dianjurkan untuk berlapang dada, 'jembar segorone', mudah memaafkan kesalahan orang lain. Toh, kita pun juga sesekali, atau bahkan sering kali, berbuat salah. Dan kita berharap agar kesalahan kita dimaafkan sauadara kita. Jadi, sudah sewajarnya kita senantiasa memaafkan saudara kita jika ia khilaf; menyakiti hati kita. Lagian, memaafkan orang lain membuat hati kita nyaman, tenang dan tentram. Sebaliknya, memendam amarah dan dendam membuat hati kita gelisah, gundah, plus beresiko terkena penyakit jantung, nah lho, hehehe.
Evaluasi:
Bisakah kita memberi maaf kepada orang lain yang menyakiti hati kita?
4.      Berbuat ihsan
Ciri orang yang bertaqwa no 4 adalah berbuat ihsan. Ihsan berarti lebih banyak memberi manfaat kepada orang lain daripada menerima manfaat dari orang lain, sering memberi jarang (atau tidak) meminta, banyak menyebut pemberian (kebaikan) orang lain menyembunyikan kejelekan orang lain. Ihsan juga berarti membalas kejelekan orang lain dengan kebaikan.
Membalas kebaikan dengan kebaikan adalah sesuatu yang wajar. Kalau ada orang yang suka membalas air susu dengan air tuba, itu berarti keterlaluan. Dan membalas kejelekan orang lain dengan kebaikan, itu adalah istimewa. Itulah profil orang yang berbuat ihsan. Orang yang dicintai oleh Alloh ta'ala. Deklarasi cinta Alloh ta'ala kepada orang yang berbuat ihsan di dalam al-Quran terulang sebanyak lima (5) kali.
Dalam hal ibadah kepada Alloh ta'ala, ihsan berarti "an ta'budalloha ka annaka tarohu, fain lam tarohu fainnahu yaroka" (kamu beribadah kepada Alloh seakan-akan kamu melihat-Nya, jika kamu tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu). Dengan merasa bahwa kita senantiasa dilihat oleh Alloh ta'ala, baik jasad maupun qoblu kita, kita akan termotivasi untuk senantiasa menjalankan ibadah secara berkualitas. Malu kita jika beribadah secara asal-asalan, wong ALloh ta'ala yang memberi kita hidup senantiasa melihat kita. Lebih malu lagi jika kita sampai durhaka kepada-Nya.
"wallohu yuhibbul muhsinin" (dan Alloh ta'ala mencintai orang-orang yang berbuat ihsan)
Evaluasi:
Apakah kita (sudah) lebih suka membalas kejelekan orang lain dengan kebaikan?
5.      Jika lalai berbuat dosa segera ingat dan minta ampun kepada Alloh ta’ala serta tidak mengulangi lagi perbuatan dosa itu.
Ciri orang yang bertaqwa no 5 adalah jika lalai berbuat dosa, segera mengingat Alloh ta'ala dan memohon ampunan kepada-Nya.
Manusia, bagaiamana pun hebatnya, kadangkali lalai. Kadangkali ia berbuat salah. Sebenarnya 'wajar' jika kadangkali seseorang berbuat salah dan dosa. wong namanya aja 'manusia' (man = seseorang, nusia = yg dilupakan). Jadi manusia itu memang wataknya 'lupa'. Yang tidak wajar adalah jika terus-terusan berbuat salah dan dosa. Yang tidak wajar adalah ketika berbuat salah tidak segera bertaubat dan menggantinya dengan perbuatan baik, malah dengan 'istiqomah' melanjutkan perbuatan dosanya. "Setiap anak Adam adalah 'pendosa' dan sebaik-baik 'pendosa' adalah mereka yang bertaubat".
Semua manusia, kecuali mereka yang ma'shum, pernah berbuat salah dan dosa, walaupun itu kecil. Dan orang yang pernah berbuat salah yang terbaik adalah mereka yang mau bertaubat. Segera menyesali kesalahannya. Memohon ampunan kepada Alloh ta'ala. menggantinya dengan amal kebaikan. dan berusaha semaksimal mungkin agar tidak mengulangi perbuatan salah tersebut.
Evaluasi:
Apakah kita sudah senantiasa SEGERA bertaubat ketika kita lalai berbuat ma’shiat?

Mari kita mengevaluasi diri kita masing-masing. Sudahkah kita benar-benar bertaqwa? Seberapa bertaqwakah kita?  Apakah ciri-ciri orang yang bertaqwa seperti tersebut di atas sudah ada dalam diri kita? Jika ada beberapa ciri yang belum masuk ke dalam diri kita, maka hendaknya kita senantiasa berusaha untuk memenuhi ciri-ciri tersebut. Semoga Alloh ta’ala senantiasa melimpahkan taufiq-Nya kepada kita semua agar menjadi orang-orang yang bertaqwa. Amin.(tj)
AYO SEMANGAT .!!
ROMADLON TINGGAL 5 HARI LAGI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar