Minggu, 11 Desember 2011
Orang-orang Pertama
Segala puji bagi yang menghidupkan setelah mematikan. Di pagi yang tidak buta ini tiba-tiba aku ingin berkeliling menyusuri berbagai sudut sekitar tempat tinggal ku selama 4.5 tahun terakhir. Aku ingin melihat dan bertemu dengan orang-orang pertama yang menyambut fajar shodiq. Mereka inilah yang aku temui pagi ini, beberapa sempat aku sapa, yang lain hanya aku amati saja.
Satpam.
Abah. Begitulah orang-orang memanggilnya. Sudah puluhan tahun beliau menjaga keamanan di Gang Limo De, gang kami. Pak RT silih berganti. Penghuni kos silih berganti. Santri Pesma silih berganti. Tapi si Pengaman ini tetaplah beliau, Abah. Ya, beliau menghabiskan sebagian besar usianya untuk berteman dengan malam. Ketika kebanyakan orang tidur pulas beristirahat setelah lelah beraktifitas, justru ia memulai "hari"nya, ia memulai jam kerjanya, ia memulai kehidupannya. Berteman dengan sepinya malam di Kota Metropolitan.
Setengah shaf jama'ah subuh masjid NuruzZaman.
Beginilah potret masjid NuruzZaman dari waktu ke waktu. Dan mungkin juga masjid-masjid yang lain di kota ini. atau bahkan di negara dengan penduduk mayoritas -katanya- muslim ini. Jama'ah di waktu sholat subuh tak mampu untuk sekedar memenuhi shaf yang pertama. Di musholla gang limo de, musholla yang terdiri dari 2 shaf laki-laki dan 2 shaf jama'ah perempuan, alhamdulillah cukup padat. 15 an santri pesma, beberapa bapak-bapak, kakek-kakek, ibu-ibu, 2 atau 3 wanita yg masih remaja, serta si embah sudah cukup untuk membuat musholla "terasa" penuh. Khusus untuk masjid NuruzZaman, masjid Kampus B Unair, jama'ah sholat subuh terdiri dari; pegawai masjid, abang becak, seorang dosen, beberapa orang yang suka tidur di serambi masjid. that's all. dan itu belum cukup untuk memenuhi shaf pertama.
Penjaja kopi (warung kopi).
Pada saat pemilik toko-toko di pinggir jalan -mungkin- belum bangun dari tidurnya. Di saat mal-mal masih gelap sunyi senyap. Penjual wedang kopi ini sudah ready menjajakan dagangannya; kopi panas. Ya. secangkir kopi memang nikmat diseruput di saat badan merasakan dinginya cuaca di pagi hari. Secangkir kopi berarti secangkir semangat untuk memulai kehidupan yang melelahkan di kota sura-buaya ini.
Pedagang di pasar Karang Menjangan.
saya kira hal ini juga terjadi di berbagai kota atau daerah yang lain di negeri Indonesia ini. Yang paling semangat menyambut pagi dini hari adalah mereka, para pedagang di pasar. sekitar jam 1 dini hari mereka sudah memulai transaksi; membeli persediaan kepada pedagang grosir. sekitar jam 4 pagi, mereka mulai menata stan dan dagangan yang akan mereka jual. begitulah setiap hari. pagi hari adalah waktu yang paling berharga bagi mereka. mungkin mereka akan bahagia, jika pagi untuk hari ini diperpanjang, sehingga semakin banyak warga masyarakat yaang berbelanja. semoga mereka tetap ingat sholat; sowan kepada Rabb yang memberi mereka "pagi". Tuhan yang memberi mereka rezeki, setiap hari.
Penjual koran.
Membaca koran adalah aktifitas rutin bagi kebanyakan warga urban. Tak mau ketinggalan informasi katanya. di pesantren tempat saya tinggal, kami berlangganan dua macam koran harian; Kompas dan Republika. kami juga berlangganan beberapa majalah yang terbit dwi pekanan maupun yang setiap bulan. Dua koran itu senantiasa menyapa kami selepas membaca wirdul lathief, dzikr ba'da sholat subuh. Seorang 'mas' yang riang dan energik yang mengantarkannya. Kalau pas ketemu kami, ia serahkan koran itu kepada salah satu dari kami. kalau enggak ketemu, ya dia lempar aja koran itu. Memang, terasa kurang lengkap kalau di pagi hari tidak membaca koran. Halaman favorit saya; halaman utama, halaman belakang, internasional, nusantara, ilmu pengetahuan dan teknologi, komik spiderman, dan sport. Semoga semangat membaca al-Quran tetap membara, melebihi semangat membaca koran.
Pekerja kebersihan.
Merekalah yang berjasa membuat kota Surabaya menjadi bersih, pantas dipandang mata. Setiap pagi, beberapa bahkan sebelum pemilik rumah bangun dari tidur, mereka dengan penuh semangat mengumpulkan sampah-demi sampah dari setiap bak atau tong sampah di depan rumah warga. Andaikan mereka mutung, tidak mau mengambil sampah selama satu bulan saja, bisa dibayangkan betapa banyaknya sampah yang akan menggunung di depan rumah setiap warga. Tiap hari, rata-rata warga kota memproduksi 2-3 kilogram sampah. Dan akan bertambah jumlahnya jika anggota keluarganya lebih banyak. Pesma dihuni oleh 20 orang, santri plus pengurus, gak perlu dibayangkan produksi sampah setiap harinya. hehe. Terimakasih kami sampaikan kepada bapak-bapak (salah satunya tetangga kami sendiri, kontrakannya persis di sebelah timur rumah kami) yang telah membebaskan kami dari tumpukan sampah.
Itulah mereka yang termasuk "orang-orang pertama" yang bisa saya temui di pagi hari, ketika fajar shodiq datang menyapa manusia. Ketia fajar shodiq mengingatkan manusia untuk senantiasa bersyukur; "hari ini aku masih hidup. jantungku masih berdebar memompa darah ke seluruh tubuh. paru-paruku masih setia mensirkulasikan oksigen yang senantiasa aku butuhkan. kakiku masih bisa dipergunakan untuk berjalan. tanganku masih bisa menyetir sepeda motor. mataku masih bisa memandang keindahan. telingaku masih bisa mendengar kemerduan. kulitku masih bisa merasakan dingin dan kehangatan. hari ini aku masih diberi kesempatan untuk berkarya, menebar manfaat kepada sesama, menebar maslahah kepada semesta".
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar