Sejak Jumat 30 September 2011 pekan yang lalu saya punya tambahan teman satu lagi. Namanya Kostas. Tu gambarnya, lebih ganteng saya dikit ya.. Dia seorang dosen Antropologi di SOAS (School of Oriental and African Studies) London University, Inggris. Sebenarnya dia berasal dari Yunani. Warganegara Yunani. Setelah menyelesaikan S3 di Skotlandia beberapa tahun yang lalu, ia memutuskan untuk jadi dosen dan peneliti di SOAS London University. Bila perlu informasi lebih tentang dia, klik aja http://www.soas.ac.uk/utility/search.php?q=kostas&sa=Go
Bagaimana saya bisa kenal dengan dosen dari SOAS tersebut? Begini ceritanya. Rabu, 28 September 2011 ba’da isya, saya mendapat sms dari Bu Lilla Musyahda, Ketua Departemen Sastra Inggris FIB Unair. Beliau bertanya apa besoknya saya bisa menemui Bu Wulan, Wadek 3 FIB yang juga dosen Sastra Inggris. Saya jawab, iya, insyaalloh. Beberpa menit kemudian, giliran Bu Wulan yang mengirim sms ke nomor hape saya. Isinya, pertanyaan apakah besoknya, Kamis jam 10 an bisa bertemu dengan beliau di ruangan wadek 3? Saya jawab, iya, insyaalloh.
Akhirnya Kamis pagi saya sowan ke Bu Wulan. Lalu beliau menuturkan bahwa ada seorang dosen dan peneliti dari SOAS London University ingin melakukan penelitian di Indonesia. Topik penelitiannya tentang zakat, bagaimana manajemen dan perkembangannya di Indonesia. Judul penelitiannya: Cultivating generosity: Islam, the 'gift market', and the middle class in Java, Indonesia (belakangan, ia tahu bahwa judul penelitiannya itu salah karena tidak cocok dengan kenyataan di lapangan). Beliau mengatakan bahwa Kostas membutuhkan seorang asisten yang bisa membantunya. Kriteria asisten tersebut adalah laki-laki, paham wilayah Surabaya, punya link dengan berbagai macam lembaga yang ada hubungannya dengan zakat, bisa bahasa Inggris, serta mempunyai motor. Beliau menambahkan bahwa Kostas sudah lancar menggunakan bahasa Indonesia, wong sudah pernah tinggal di Probolinggo selama satu setengah tahun. Over all, setelah menimbang berbagai hal, saya jawab, OKE. I’ll try. Saya pun kemudian diberi nomor hape Kostas. Bu Wulan juga langsung menghubungi Kostas dan memberikan nomor hape saya kepadanya. Siangnya, Kostas menelpon saya dan kami janjian ketemuan besoknya, Jumat pagi.
Jumat pagi saya meluncur menuju kos tempat tinggal Kostas, setelah mendapatkan bantuan Lukman dengan google mapnya, saya tidak kesulitan untuk menemukan alamat Kostas, Jl. Manyar Kartika Barat nomor satu. Kami pun bertemu, berkenalan, basa basi, dan saling menyampaikan apa yang bisa kami kerjakan bersama-sama. Kostas pun menjelaskan maksud keberadaan dia di Suarabaya, bahwa dia ingin meneliti tentang zakat, khususnya yang dikelola oleh LAZIS, di Suarabaya dan Jakarta. Saya pun juga bertanya beberapa hal, seperti what makes him to be interested to do such research. Ia menjelaskan bahwa zakat yang merupakan bagian dari generosity di dunia Islam, khususnya Indonesia sebagai the biggest Islamic country in the world, sekarang sedang berkembang dengan pesat. Hal tersebut sangat menarik. Zakat mengandung unsur hukum (syariat), sosial dan ekonomi sekaligus. Selain itu ia juga merupakan dosen Antropologi Asia dan Antropologi Islam di SOAS. Sebagi seorang peneliti yang pernah tinggal di Indonesia dalam waktu yang cukup lama, ia mengaku ingin melakukan penelitian lagi di Indonesia, kali ini tentang zakat, dari sudut pandang antropologi. Tambah, di Eropa masih sangat jarang, atau bahkan belum ada yang meneliti tentang hal tersebut. Terakhir, ia ingin membuat buku yang merupakan salah satu syarat untuk naik jabatan di SOAS, hehe. Akhirnya, deal. Kami coba dulu. Kerja bareng. Kami lihat apa yang terjadi selama satu pekan ke depan. Kalau kami cocok, kami lanjutkan. Kalau tidak, ya, kami kan lakukan yang terbaik, terbaik buat saya, dan buat dia.
Seperti yang saya ketik di atas, ini bukan pertamakalinya Kostas menginjakkan kaki di Indonesia. Pada tahun 1998, ia pernah mengadakan penelitian untuk disertasi doktornya di Probolinggo, Jawa Timur. Pada waktu itu ia meneliti tentang imigrasi warga Madura ke Probolinggo. Bagaimana pengaruhnya terhadap kebudayaan di Probolinggo dan seterusnya. Ia tinggal di sana sekitar satu setengah tahun. Ketika ngobrol dengan saya, dia bercerita bahwa tiga bulan pertama ia tinggal di kos salah satu rumah penduduk. Kemudian ia bertemu dengan seorang pak Kyai. Ia bertanya tentang rumah yang mungkin bisa ia sewa dan ia gunakan sebagai tempat tinggal selama melakukan penelitian. Namun pak Kyai justru menawari Kostas untuk tinggal di salah satu kamar yang ada di Pesantren. Kostas pun menerimanya dengan senang hati. Ia mendapakan sebuah kamar yang letaknya tepat di belakang masjid yang ada di pesantren itu. Kostas tinggal di ruangan itu selama kurang lebih tiga belas bulan. Katanya, ia kerasan dan merasa nyaman.
Tak heran kalau ia tahu cukup banyak tentang Islam di Indonesia. Seperti NU dan Muhammadiyah. Bagaimana karakter masing-masing. Begitu juga tentang pesantren. Budaya ngaji di pesantren. Tidak jarang ia mengikuti tahlilan, yasinan, arisan, kegiatan Idul Firti, Idul Adha, dan berbagai kegiatan masyarakat yang lain. Saya sedikit tahu bahwa pendekatan penelitian dalam bidang kajian Antropologi adalah participatory dan long period. Makanya ia perlu untuk tinggal bersama manyarakat, mengikuti kegiatan-kegiatan mereka, menjadi bagian dari masyarakat dalam waktu yang cukup lama. Sehingga datanya bisa lengkap, mendalam, dan komprehensif.
Sudah tiga hari, saya dan Kostas keliling Surabaya. Senin kami ke Bank Mandiri, ngurus ATM, lalu menuju Bank BNI, perlu Safety Box buat nyimpen Paspor. Selanjutnya kami sowan ke Kantor Kemenag Kota Surabaya. Semula kami berharap mendapatkan list data LAZIZ yang ada di Surabaya. Pegawai Sie ZAKAT dan WAKAF menyatakan bahwa mereka tidak memiliki data seperti itu. Namun kami mendapatkan nama dan nomor penting dari pegawai; yaitu Pak Benny, koodinator FOZ (Forum Organisasi Zakat) Jawa Timur. Kami juga mendapatkan copy undang-undang zakat dan buku panduan pengelolaan lembaga zakat. Kemudian kami mengunjungi masjid al Akbar Surabaya, sholat dzuhr dan melihat-lihat keindahan masjid bersama petugas keamanan masjid. Lalu kami menuju kantor BAZ Jatim di Islamic Center, Dukuh Kupang. Di sana kami bertemu Bendahara dan Sie Distribusi ZIS. Kami pun ngobrol ngalor nginul, panjang lebar plus tinggi. Pulang. Istirahat. Hari kedua kami menuju kantor keimigrasian Surabaya. Ngurus administrasi bahwa Kostas bertempat tinggal di Surabaya, karena sebelumnya ia registrasi di Keimigrasian Jakarta, maka ia perlu ngurus surat pindah tempat tinggal di kantor keimigrasian Surabaya. Siang sampe sorenya kita focus mengerjakan notes hasil percakapan kami dengan petugas BAZ Jatim sehari sebelumnya.
Hari ketiga, kami menuju Kantor Camat Gubeng. Sebagai orang asing ia perlu melapor bahwa ia sedang mengerjakan penelitian di daerah Gubeng. Pagi, ternyata pak Camat dan para pegawai rapat. Kami pun berganti agenda. Belanja dispenser dan gallon. Lalu kembali ke kantor kecamatan. Lumayan kecewa, setelah menunggu tanda tangan dan setempel dari pak Camat sekitar satu setengan jam karena beliau masih ada tamu, ternyata surat yang dijanjikan belum bisa beres. Itulah birokrasi. Kami pun memilih cabut. Mampir ke Pesma, rumah tempat tingal saya. Sholat Dzuhr, minum es teh. Ba'da Dzuhr kami menuju CITO, City of Tomorrow. Kami ada janji dengan pak Benny, koordinator FOZ Jatim. Setelah makan siang dan menunngu sekitar satu jam, karena memang sebelumnya pak Benny inform bahwa beliau ada acara, akhirnya kami bisa ketemu dan ngobror panjang lebar tentang FOZ, BAZ, LAZ, zakat dan hal-hal yang berhubungan dengan hal itu.
Salah satu hal yang saya gasisbawahi dari pertemuan berdurasi satu jam tersebut adalah bahwa potensi zakat nasional Indonesia mencapai 200 Trilyun rupiah lebih, namun hingga saat ini baru terserap sebesar sekitar 1 trilyun-an. Sebuah potensi ekonomi yang menjanjikan sekaligus menantang. Apa yang selanjutnya terjadi? Wait and see…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar