Kamis, 12 Januari 2012
PECEL PINCUK, Bu Aisyah, dan Shodaqoh
Pagi ini saya bersama Kostas pergi ke warung Pecel Pincuk Surabaya di Jl. Jemursari nomor 189. Pagi ini jam 08.00 waktu Indonesia bagian barat kami ada janji bertemu dengan pemilik warung tersebut. Namanya Bu Hj. Siti Aisyah, seorang ibu bagi lima anak, owner Pecel Pincuk Surabaya, pengusaha di bidang design interior di Jakarta Selatan, pendiri Yayasan Cahaya Kusuma Surabaya, salah satu donatur Rumah Zakat, dan seorang nenek dari tiga cucu. Pagi ini kami bertemu beliau di warungnya, Pecel Pincuk.
Kostas memperkenalkan diri terlebih dahulu dan menyampaikan maksud dan tujuan kami bertemu Bu Aisyah. Walaupun beberapa waktu yang lalu kami bertemu dengan beliau di masjid al-Akbar Surabaya dalam kegiatan Merangkai 1000 Senyum Anak Yatim, waku itu kami hanya berkenalan sebentar dan bertukar kartu nama. Kostas menyampaikan bahwa saat ini dia sedang melakukan penelitian tentang pengelolaan zakat, infaq, shodaqoh (ZIS) oleh lembaga amil zakat swasta di Indonesia. To the point, dia menyatakan bahwa dia ingin mewawancarai bu Aisyah sebagai salah seorang donatur Rumah Zakat, sebagai founder Yayasan Cahaya Kusuma (sebuah yayasan yang bergerak dalam bidang sosial; memberikan batuan biaya sekolah untuk anak-anak yatim, memberdayakan ibu-ibu melalui kegiatan mikro-bisnis, menyediakan asrama bagi santri penghafal al-Quran, dan menyediakan sarana klinik gratis bagi warga tidak mampu dan murah bagi warga yang mampu), sekaligus sebagai pengusaha muslimah.
Ibu yang ramah, murah senyum dan energik ini langsung antusias menjelaskan sejarah beliau sebagai pengusaha dan founder Yayasan Cahaya Kusuma.
"Saya melakukan hal ini sebagai ungkapan syukur saya kepada Alloh. Saya kan senantiasa diberi kecukupan oleh Alloh, ya saya bersyukur dengan berbagi kepada mereka yang kurang mampu. Saya senang bila bisa membantu orang lain yang membutuhkan. Saya senang bila melihat mereka tersenyum bahagia"
Bu Aisyah mengawali kisahnya.
"Kemaren pas acara Merangkai senyum 1000 anak yatim itu, saya sempat menangis bahagia. Dalam kegiatan tersebut, saya dan teman-teman memang bertujuan agar pada hari itu anak-anak yatim yang tidak dibina di panti asuhan itu bisa tersenyum. Kami sengaja memilih mereka yang tidak tinggal di panti. Kami pilih mereka yang tinggal dan hidup bersama ibu mereka (yang janda). Menurut kami mereka lebih membutuhkan bantuan. Alhamdulillah, mereka bahagia bisa bersholawat bareng Hadad Alwi. mereka bahagia bisa makan kue dan nasi kotak serta minum teh pucuk harum itu. mereka bahagia membawa pulang uang yang tidak seberapa nilainya itu. mereka bahagia membawa pulang tas yang berisi peralatan sekolah dan makan siang dari KFC itu. Kami pun bahagia"
Bu Aisyah kemudian menjelaskan panjang lebar bahwa 4 hari sebelum hari -H acara tersebut, dia sempat masuk UGD. Dia kurang tidur, telat makan, mumet dan depresi karena empat hari sebelum hari -H dana yang terkumpul masih sangat sedikit. untuk tas anak yatim dibutukan 20 juta. uang saku = 20 juta untuk seribu anak tersebut. untuk konsumsi selama acara butuh 15 juta. dan lain-lain. Sementara itu dana yang yang sudah terkumpul belum ada separo. Di tengah kemumetannya, patner kerjanya di yayasan cahaya kusuma mengadem ayemkan dia dg berkata, "bu, tenang saja, pasti Alloh memberi pertolongan". Apa yang disampaikan oleh ustadz yang aktif di masjid Al-Falah itu terbukti benar. Hari selanjutnya, datang donasi yang mengalir deras dari nama-nama yang tidak terduga. Bahkan sampai hari -H masih saja ada dermawan yang mentrasfer donasinya. Alhamdulillah, dananya cukup, bahkan masih ada surplus yang rencananya akan digunakan untuk kegiatan buat anak yatim di bulan Romadlon nanti.
Anak ke 4 dari 19 bersaudara ini menceritakan karir usahanya. "usaha itu harus jujur. sudah sekitar 30 tahun saya tidak pernah berbohong, walaupun hanya sekali. saya sudah membuktikan bahwa dengan jujur saya bisa sukses. dulu tahun 1998 saya jualan pecel pincuk sebagai pedagang kaki lima. waktu itu kan lagi krismon (krisis moneter -red), banyak usaha tutup. saya yang semula kontraktor juga gulung tikar. banyak karyawan yang di-PHK. saya memilih menjual nasi pecel karena saya tahu bahwa selain harganya yang murah, walaupun krisis, semua orang kan tetep butuh makan. apalagi mayoritas orang surabaya suka pecel".
Kostas terlihat terkejut mendengar bahwa sebelum menjadi seperti sekarang, Bu Aisyah pernah jualan pecel sebagai pedagang kaki lima di pinggir jalan jemursari. "lalu bagaimana ceritanya Ibu bisa jadi seperti sekarang?", Kostas bertanya.
"saya senantiasa berdoa. Ya Alloh. jadi pedagang kaki lima nya jangan lama-lama ya... jadikanlah bintang lima ya Alloh. walau hanya kaki lima, omzet penjualannya luar biasa. sehari saya bisa bawa pulang uang sejumlah empat juta-an. Ibu saya pernah bilang ke saya bahwa beliau tidak percaya. akhirnya saya telpon beliau saya minta ke tempat saya jualan dan menjadi kasir sampai selesai. lalu saya tinggal pergi. sorenya saya datangi dan beliau saya beri kalkulator untuk menghitung uang yang ada di toples. beliau baru percaya bahwa apa yang saya katakan benar dan saya serahkan semua uang tersebut ke ibu saya itu. beliau senang sekali. alhamdulillah tiga tahun sesudahnya saya bisa membeli tanah yang kemudian saya bangun warung 2 lantai seperti sekarang ini" Bu Aisyah menjelaskan. "tu lihat, warung saya ini sering masuk koran, beberapa artis seperti Delon pernah ke sini. Ustadz Yusuf Mansur pun pernah makan di sini", tambah bu Aisyah sambil menunjuk koleksi kliping surat kabar yang memberitakan warung pincuk. Surat kabar itu dipigura serta dijadikan hiasan dinding.
"yang penting dagang itu harus jujur. dulu suami saya adalah marketing Astra. kadang-kadang, karena tugas dan profesinya, dia berbohong kepada customer. saya ajak dia untuk berwirausaha. saya minta dia keluar dari perusahaannya. saya ajak dia untuk jualan dengan jujur. dia sempat meragukan saya. dia bilang 'masak bisa sukses dengan jujur'. saya pun buat kesepakatan dengan dia, 'kalau selama tiga tahun kita julan dengan jujur tapi tidak sukses, kita cerai saja'. saya berani karena saya yakin bahwa dengan jujur saya bisa sukses. saya yakin karena saya tahu sendiri, orang tua saya dulu juga pengusaha yang jujur. dan beliau bisa sukses".
Putri seorang pengusaha kontraktor di era 60-80 an yang juga seorang ketua organisasi Islam di Surabaya Selatan ini menceritakan berdirinya Yayasan Cahaya Kusuma. Beliau menyampaikan bahwa sejak dulu ketika menjadi kontraktor, kemudian jualan pecel sebagai pedagang kaki lima, selain senantiasa jujur dan berdoa kepada Alloh, ada satu lagi resep yang beliau yakini sebagai salah satu sebab kesuksesan beliau saat ini, yaitu banyak bersedekah. "peduli dan berbagi itu kan membuat hati bahagia. dulu sebelum yayasan ini didirikan, saya sering mengajak teman-teman saya sesama pengusaha, orang tua teman anak saya di al-Azhar, untuk berbagi. menyisihkan sebagian harta mereka untuk diberikan kepada mereka yang membutuhkan. setelah cukup lama hal itu berjalan, ada teman saya yang mengusulkan agar didirikan yayasan sosial aja, biar bisa lebih maksimal. akhirnya di tahun 2004 yayasan cahaya kusuma ini didirikan, akte notarisnya baru bisa di buat tahun 2011 lalu. misi utama yayasan ini adalah berkhlaq mulia, peduli, dan berbagi. tahun ini kami berusaha untuk memberdayakan ibu-ibu anak yatim itu dengan melatih mereka membuat souvenir; tasbih, hiasan jilbab, gelang, dan lain-lain. kami siapkan bahan bakunya, mereka yang buat, kami beri uang mereka sesuai jumlah yang mereka buat, dan kami pasarkan produknya. labanya kami masukkan kas Yayasan Cahaya Kusuma".
Semakin lama, obrolan semakin menjalar ke mana-mana. Wanita yang di dalam darahnya mengalir darah Banjarmasin ini menceritakan keadaannya sekarang. Sejak lima tahun yang lalu beliau beserta keluarga pindah ke Jakarta. Di sana merintis usaha design interior bersama suami. "al-hamdulillah. walaupun kantor kami kelihatan kecil bahkan cenderung kumuh, orderan terus berdatangan silih berganti. saya yakin ini karena Alloh yang membukakan pentu kemudahan rezeki. suami saya pernah menggarap orderan untuk design interior salah satu ruang kerja di gedung DPR. kemaren setelah acara bersama seribu anak yatim, saya belum kembali ke Jakarta, sudah dapat balasan berupa pesanan rombong burger sejumlah 120 buah yang bernilai sekitar 120an juta. omzet bulanan perusahaan kami mencapai 500 juta an per bulan. alhamdulillah. bisa digunakan untuk berbagi lebih banyak lagi".
Kami mengakhiri obrolan pagi ini dengan mencicipi pecel pincuk milik Bu Aisyah itu. Kostas yang tidak suka makanan pedas, karena bisa membuat perutnya mules-mules, beruntung karena di warung itu disiapkan sambal pecel yang tidak pedas khusus bagi mereka yang anti pedas. Saya mengambil piring yang di atasnya ada pincuk, mengambil nasi secukupnya, kulupan daun singkong, mentimun, tauge, daung kemangi, sambel pecel pedas, sepotong ayam goreng serta rempeyek guyih. emmm. Ternyata benar, silaturrahim mendatangkan rezeki. (.tj.)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar