Pak Yan . . .
Suatu malam aku tertidur di atas kasur di lantai dua pesma. Beberapa saat kemudian aku mendengar suara gerbang pintu diobrak-obrak dari luar. Aku terbangun, lalu keluar ke balkon, menengok ke bawah. Pak supri dan beberapa orang terlihat di depan pintu gerbang.
“je, bukaen lawange..!! ono tonggomu iki lho..!!”
aku pun langsung turun menuju lantai 1. Kemudian mencari kunci, ku buka gerbang itu.
“ono opo?” tanyaku.
“mas, nyuwun tulung, bapak pun nemen, tulung diwacakne quran”
seorang pemuda yang tak aku kenal (sebagai akibat aku kurang gaul di kampung) langsung menghampiriku. Aku pun segera mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Setelah cukup paham akan apa yang sedang terjadi, aku naik ke lantai 3 mengajak temen-teman yang masih ON. Sophi dan lukman mengamini ajakanku.
Sementara mas jairi ngomong “sek naku njemput Sami ndisek, neng DTC”.
Di luar sana pak supri sudah menunggu, setelah temen-teman siap berangkat, pak supri menghadang di depang gerbang,
“pak nanang qosim endi”.
“wes turu” jawabku.
“digugah ae” pak supri setengah memaksa.
Akhirnya dengan sedikit ragu-ragu ku ketuk pintu kamar pak Qosim.
“assalamu’alaikum, pak Qosim… pak Qosim…”
terdengar respon dari dalam kamar. “ada apa?”
Tanya pak Qosim yang masih terlihat rasa kantuk di matanya. Maklum, jadwal beliau cukup padat, mulai ngurusi Pesma, TPA. Musholla, Koperasi, Ngajar, ngelesi, sampai ngimami. Hal itulah yang tadinya membuatku kikuk untuk membangunkan beliau.
“Pak Yan sudah parah, diminta untuk ngaji di sampingnya” jawabku dengan suara agak pelan. “pak Yan yang mana?” pak Qosim Tanya lagi.
“no 11 gang 5D, gang kecil sebelum rumahe samsul itu lho”.
Pak Qosim pun bergegas mengambil air wudlu. Membawa Tawajjuhat. Kami berempat pun berangkat menuju rumah no 11. Sesampainya di sana, terlihat banyak orang berkumpul, keluarga, kerabat,n tetangga. Sedangkan pak Yan terlihat sudah sangat lemah. Ketika kami tiba di sana. Beliau masih bernafas, tapi sudah sangat lemah. “oh begitukah keadaan orang yang mau menghembuskan nafas terakhir?” batinku.
Menurut cerita pak Supri dan senior kami di pesma. Pak Yan adalah salah satu jama’ah musholla Nurul Hidayah yang paling aktif. Mengumandangkan adzan adalah pekerjaan sehari-hari beliau. Bahkan ketika sudah cukup lama pujian, tapi belum ada jama’ah yang nongol –biasanya pas sholat subuh- pak Yan pun membangunkan arek-arek pesma dengan microfon, “ayo..! arek-arek pesma podo tangi..!!! subuh.. subuh…!”
Pak qosim memimpin pembacaan surat al fihah 3 kali. Kemudian dilanjutkan membaca surat yasin dengan suara sedang dan tempo sedang. Pak qosim duduk di ats kursi, lukman dan sophi duduk di lantai. Sementara aku duduk di samping pak Yan sambil memegangi tangan beliau. Setelah 2 kali membaca surat yasiin, aku melihat keadaan pak Yan yang sudah semakin lemah. Detak nadinya hampir tak terasa, nafasnya pun sudah sangat lemah. Tubuhnya semakin dingin. Hal itu dapat ku rasakan karena memang aku memegangi tangan beliau. Sementara itu mas farid dan mas jairi datang dan turut serta bersama kami. Kami pun membaca surat yasiin sekali lagi. Setelah usai, ku coba untuk mengecek detak nadi dan nafas pak Yan. “inna lillahi wa inna ilaihi roji’un”. Ternyata beliau sudah pergi meninggalkan alam fana ini. Beliau meninggalkan kami dengan sangat tenang. Tidak ada kesan berat sedikit pun. Kelihatan beliau sudah cukup bekal untuk menghadap sang Pencipta. Sowan kepada Alloh ta’ala.
“ya Alloh… bagaimana dengan aku???”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar